Budi Arista Romadhoni
Kamis, 13 November 2025 | 18:42 WIB
Sampah menumpuk di depo kawasan Lempuyangan, Kota Yogyakarta, Kamis (13/11/2025). [Suara.com/Putu]
Baca 10 detik
  • Tumpukan sampah muncul di depo Yogyakarta akibat peningkatan volume rumah tangga menjelang libur akhir tahun dan Nataru, memicu bau menyengat di beberapa lokasi.
  • Pemkot telah berkoordinasi dengan DLHK DIY untuk alokasi rutin 300 ton sampah mingguan ke TPA Piyungan guna mencegah penumpukan berkepanjangan.
  • DLH Kota Yogyakarta menerapkan sistem penimbangan digital di delapan depo sebagai program percontohan pengelolaan sampah berbasis data akurat hingga akhir Desember 2025.

SuaraJogja.id - Sejumlah depo sampah di Kota Yogyakarta kembali tampak menumpuk dalam beberapa pekan terakhir. Akibatnya bau sampah mengular di sejumlah tempat, terutama saat hujan turun.

Persoalan ini terjadi dipicu oleh meningkatnya aktivitas masyarakat. Selain itu lonjakan volume sampah rumah tangga menjelang libur akhir tahun dan perayaan Natal–Tahun Baru (Nataru).

Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Ahmad Haryoko di DPRD DIY, Kamis (13/11/2025) menyatakan,  Pemkot telah berkoordinasi dengan DLHK DIY untuk memastikan tempat pembuangan akhir (TPA) masih dapat menampung kiriman sampah dari Kota Yogyakarta. 

"Kami sudah koordinasi dengan DLHK DIY. Setiap minggu ada jatah 300 ton ke TPA Piyungan. Jadi insyaallah cukup untuk menjaga agar sampah tidak menumpuk terlalu lama di depo," ungkapnya.

Meski demikian, ia mengakui situasi di lapangan kerap dinamis. Ketika terjadi gangguan pengangkutan atau cuaca ekstrem, tumpukan sampah bisa kembali muncul, terutama di depo-depo dengan kapasitas terbatas.

Karena itu DLH mengambil langkah baru dengan menimbang setiap sampah yang masuk ke depo.

Upaya ini dilakukan untuk memantau secara akurat volume sampah harian dan menjadi dasar pengambilan keputusan dalam pengelolaan limbah kota.

Sistem penimbangan sudah mulai diterapkan di delapan depo dari total belasan depo yang ada di seluruh kota.

Setiap truk pengangkut sampah kini wajib menimbang muatan masuk dan keluar agar DLH bisa mengetahui berat dan sumber sampah secara rinci.

Baca Juga: 2 Pemuda di Sleman Curi Motor demi Ekonomi, Modus Kunci T hingga Gasak Vespa di Tempat Cucian

"Dengan sistem timbangan ini, kami bisa tahu berapa berat sampah yang masuk setiap hari dan dari mana asalnya. Datanya akan terus diperbarui secara harian," jelasnya.

Haryoko menyebut, pemasangan timbangan digital ini merupakan bagian dari program percontohan menuju sistem pengelolaan sampah berbasis data. 

Semua depo yang selama ini beroperasi, termasuk Depo Mandala Krida dan beberapa titik lain di kawasan perkotaan, ditargetkan sudah terpasang timbangan sebelum akhir Desember 2025.

"Sekarang baru delapan titik yang terpasang, tapi target kami sampai Desember semua depo sudah punya timbangan. Ini penting untuk mengetahui kapasitas nyata dan seberapa besar tumpukan terjadi," ungkapnya.

Penimbangan digital sampah di depo ini diharapkan tidak hanya membantu pengawasan internal, tapi juga meningkatkan transparansi dan efisiensi distribusi sampah kota. Data berat, sumber, dan frekuensi angkut akan direkam secara sistematis untuk dievaluasi setiap pekan.

Untuk sementara, Depo Mandala Krida tercatat sebagai titik dengan volume terbesar, mencapai sekitar 30 ton per hari dalam masa uji coba.

Load More