Ia khawatir pengunjung lapaknya akan menurun drastis. Hal ini pernah terjadi saat diberlakukan larangan parkir di sirip Jalan Malioboro. Saat itu, dagangannya sangat sepi.
Menurutnya, kebijakan yang berjalan saat ini sudah cukup baik. Kendaraan kecil masih bisa masuk dan ada kantong-kantong parkir di sirip Jalan Malioboro.
Larangan justru seharusnya diterapkan untuk kendaraan-kendaraan besar seperti bus. Pasalnya, kendaraan itu lebih berbahaya. Ia mencontohkan, Transjogja yang berjalan cukup kencang.
"Kalau bus itu terlalu besar. Transjogja itu kan busnya kencang sekali. Sebetulnya itu kan bahaya. Tapi yang punya orang pusat. Repotnya itu," kata dia.
Baca Juga:Rencana Uji Coba Malioboro Jadi Kawasan Pedestrian Ditolak Pengemudi Bentor
Fasilitas Kantong Parkir
Berbeda dengan Darsono, rencana membersihkan kawasan Malioboro dari kendaraan bermotor disikapi hati-hati oleh Catur yang meminta pemerintah serius dalam menyiapkan kantong-kantong parkir sebelum kebijakan itu diterapkan.
Penyikapan tersebut disampaikan lantaran hingga saat ini, infrastruktur parkir masih belum sepenuhnya siap. Jika kondisi ini masih berlangsung saat kebijakan diterapkan, dikhawatirkan menimbulkan masalah baru pada setiap masa sibuk (peak season).
"Kalau kantong parkir itu belum siap, secara infrastruktur seperti di bioskop eks-Indra, sirip-sirip Jalan Malioboro fungsinya harus sebagai lahan parkir. Kalau tidak disediakan parkir ya mungkin di peak-season akan jadi masalah baru lagi," kata Catur.
Tak hanya mewadahi kebutuhan para wisatawan, kantong parkir yang disediakan harus mempertimbangkan kebutuhan para suplier. Ia khawatir, para suplier akan mundur dan beralih ke kawasan lain jika sulit mendapatkan akses parkir.
Baca Juga:Uji Coba Malioboro Jadi Kawasan Pedestrian Tuai Polemik
"Kalau kantong parkir tidak memadai mereka akan lari. Karena mikirnya, ah Malioboro sekarang susah. Itu PR untuk Pemkot," kata dia.