Jalan Pedang Mantan Preman Jogja: Jual Kayu Hingga Gadai Mobil untuk Baksos

Icab dan Hasan mengaku tak selamanya tindak kekerasan bisa jadi pembenaran. Menjadi bermanfaat untuk sesama jauh lebih baik.

Galih Priatmojo | Mutiara Rizka Maulina
Rabu, 06 Mei 2020 | 17:15 WIB
Jalan Pedang Mantan Preman Jogja: Jual Kayu Hingga Gadai Mobil untuk Baksos
Mantan preman Jogja, Haji Icab. [Yulita Futty / Suara.com]

SuaraJogja.id - Bukk..buk..bukk, tinjunya masih terlihat mantap saat diayunkan ke sebuah sak warna hitam yang tergantung di halaman rumahnya. Pria paruh baya bernama Safuani tersebut bercerita bahwa ilmu bela diri yang dikuasainya sejak muda jadi bekal penting selama ia terjun sebagai preman Jogja.

Hari itu, sambil mengenakan pakaian serba putih dan peci, sosok yang kini akrab disapa Haji Icab tersebut terlihat jauh dari kesan angker. Ia bahkan menyambut dengan ramah kedatangan tim dari SuaraJogja.id yang berkunjung.

Saat memasuki ruang tamu rumahnya, tampak foto dirinya ketika muda menghiasi sebagian dinding. Dari beberapa, foto yang terpajang di antaranya ada sosok-sosok penting yang secara tak langsung menunjukkan bahwa Icab di masa lalu bukanlah preman biasa.

Tak berapa lama ngobrol ringan, Haji Icab mulai membuka kisahnya sebagai preman Jogja ketika kali pertama datang ke Kota Gudeg ini beberapa puluh tahun silam. 

Baca Juga:Indogrosir Jogja Ditutup Sementara, Bermula dari Karyawan Pingsan

Pria yang kini berusia 53 tahun tersebut terlahir di Banjarmasin, Kalimantan dengan nama Safuani. Namun sejak usia 10 tahun, Haji Icap sudah menetap di Yogyakarta. Tidak heran jika kini logatnya dalam berbicara bahasa Jawa sangat fasih.

Tak berapa lama, berkisah tentang asal usulnya, Icab kemudian menunjuk salah satu koleksi pedang yang terpajang di ruang tamunya. Ceritanya saat terjun sebagai preman pun mengalir.

Ia mengaku sebelum terjun di dunia preman nan keras sempat bergabung dalam sebuah kelompok politik. Saat itu sekitar tahun 80-an.

Dirinya mengisahkan kala itu suasana Jogja, praktik premanisme sangat lekat. Mulai dari yang berafiliasi dengan partai politik maupun yang berdiri sendiri dari sekolah-sekolah.

"Dulu situasi di Jogja ini ada banyak gali atau preman yang merajalela. Kelompok kami yang berafiliasi dengan partai politik kala itu juga dicap sebagai gali atau preman," kata Haji Icap menceritakan sejarah kelompoknya.

Baca Juga:Viral Gadis Cilik Penjual Jajan di Jogja, Netizen: Senyumnya Luar Biasa!

Ia melanjutkan kisahnya sambil mengedarkan segelas teh hangat yang dibawa seorang wanita dari luar rumah. Kami duduk berramai-ramai bersama dengan anggota kelompok lainnya.

Sambil menyecap teh yang masih hangat, Haji Icap menjelaskan bahwa sebenarnya kelompoknya tidak berniat menjadi preman atau gali. Ia justru ingin membantu masyarakat yang mengalami penindasan dari para preman jalanan.

"Sebetulnya saat itu niat kami adalah mengimbangi membantu yang tertindas. Tetapi ya karena pergaulan kami tak jauh-jauh dari dunia hitam pada akhirnya kami juga dicap sebagai bagian dari mereka juga. Wah kae rombongan e gali," kata Icap menirukan pandangan masyarakat ketika itu.

Sudah menjadi risiko berkecimpung di dunia preman, Haji Icap dan rekan-rekannya tak pernah lepas dari tindak kekerasan. Sejumlah pertikaian ataupun gesekan dengan kelompok lain acap kali terjadi. Ia menyebutkan sudah puluhan kali rumahnya digeruduk rombongan orang yang ingin membunuhnya.

Bahkan ada satu cerita pada sekitar tahun 1999, rumah Haji Icap digeruduk oleh 50 orang yang membawa samurai. mereka datang menunggangi kendaraan roda dua dan empat.

Salah satu anak buah Haji Icap, Jengis menceritakan bahwa ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Haji Icap bertarung melawan hampir 50 orang yang membawa samurai panjang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini