SuaraJogja.id - Seekor anjing berwarna coklat keemasan serupa rubah ramai jadi perbincangan di sosial media beberapa waktu lalu.
Seorang penggunaTwitter @anagdianto menyebut bahwa anjing tersebut merupakan jenis langka asal pegunungan Papua.
Ia melihat anjing itu mendatang area pertambangan Grasberg pada Rabu(23/7/2020).
Dalam unggahannya, disebutkan bahwa anjing ini memiliki ciri-ciri berwarna cokelat emas, telinga segitiga, ekor tebal, moncong pendek mirip rubah dan tidak bisa menggonggong.
Baca Juga:Kasus Covid-19 di Bantul Naik Lagi, 17 Kasus Baru Tercatat dalam Sehari
Anjing berbulu tebal itu masuk dalam jenis New Guninea Singing Dog karena tidak bisa menggonggong, melainkan hanya bisa melolong kecil.
Lebih jauh @anangdianto mengungkapkan bahwa masyarakat lokal sangat menjaga keberadaan anjing liar ini dengan tidak menangkapnya sebagai peliharaan.
"Menurut Suku Moni, anjing ini dipercaya sebagai penjaga gunung & bisa berubah menjadi lak-laki yang memakan jantung orang-orang yang berniat jahat" cuitnya.
Melansir dari National Geographic, anjing ini juga pernah ditemukan di kawasan pegunungan Sudirman, Papua. Anjing liar itu disebut masih memiliki hubungan dengan anjing kuno dan anjing-anjing sekarang.
Anjing langka pegunungan Papua ini sempat dikhawatirkan akan punah lantaran sudah jarang ditemukan.
Baca Juga:Ciptakan Jaga Jarak bagi Pemotor, Dishub Bantul Buat Marka Mirip MotoGP
Terakhir, eksistensi anjing ini tertangkap kamera di daerah pelosok pegunungan yang sangat jauh dari peradaban manusia.
Selain dengan Singing Dog, anjing langka dari pegunungan Papua ini juga disebut memiliki relasi dengan anjing jenis Australian Dingo.
Dikutip dari National Geographic, seorang ahli zoologi dari Florida, James McIntyre, mengatakan bahwa anjing langka pegunungan Papua ini juga tidak memiliki rasa takut. Sebuah ciri binatang yang hidup terisolasi dari keberadaan manusia atau pemangsa selama berabad-abad.
Berbagai dokumentasi tentang keberadaan anjing liar itu pernah muncul dalam rentang waktu yang lama. Pada tahun 1989, seorang mamalog Australia Tim Flannery berhasil mengambil foto anjing liar berwarna hitam dan cokelat di kawasan Distrik Telefomin.
Pada bulan September 2012, anggota kelompok wisata Adventure Alternative Borneo yang sedang mendaki Gunung Mandala di Papua Barat juga mengaku terkejut ketika melihat seekor anjing berwarna kuning kecokelatan menatap mereka dari sisi bukit.
Mengutip dari Business Insider, empat tahun kemudian di bulan yang sama, jejak kaki berlumpur memberikan petunjuk keberadaan anjing itu kepada kelompok ekspedisi New Guinea Highland Wild Dog yang dipimpin oleh McIntyre dan peneliti lokal dari Universitas di Papua.
Jejak kaki itu tersebar di hutan lebat dataran tinggi New Guinea, sekitar 3460-4400 meter di atas permukaan laut.
Hingga kini, penelitian dan ekspedisi untuk mengetahui dan mempertahankan keberadaan anjing itu masih terus dilakukan. Para peneliti optimis tentang peluang keberadaan anjing langka pegunungan Papua ini untuk bertahan hidup.
Mereka juga melibatkan perusahaan pertambangan lokal untuk turut serta mengelola lingkungan demi melindungi daerah terpencil dan ekosistem di sekitar fasilitas mereka.