SuaraJogja.id - Dosen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT UGM) Salahuddin Husein mengungkapkan bahwa fenomena munculnya semburan lumpur Blora, tepatnya dari Gunung Lumpur Kesongo, sudah pasti akan bisa terjadi lagi. Ia pun menyebutkan pentingnya upaya mitigasi, seperti yang selama ini diterapkan pada bencana gunung api di Indonesia.
Pada Kamis (27/8/2020) kemarin, publik dikejutkan dengan video dashyatnya letusan Gunung Lumpur Kesongo, yang terletak di Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Letusan itu menyebabkan lumpur dan gas berhamburan hingga getarannya terasa sampai radius 1 kilometer.
Empat warga terdampak peristiwa tersebut mengalami gejala keracunan. Puluhan kerbau juga dinyatakan hilang terbenam lumpur.
Dalam penjelasannya secara tertulis yang diterima SuaraJogja.id, Sabtu (29/8/2020), Salahuddin mengungkapkan, Gunung Lumpur Kesongo memang sering mengeluarkan letupan lumpur berskala kecil. Namun tak hanya itu, letupan besar seperti baru-baru ini juga pernah terjadi dalam dua dekade terakhir, yaitu pada 2009 dan 2013.
Baca Juga:Sejak 1998 Mud Vulcano Kesongo Kerap Meletus Berulang Kali
Salahuddin menjelaskan, munculnya gunung lumpur sendiri merupakan fenomena yang jamak pada bagian tengah Pulau Jawa bagian timur; Gunung Lumpur Kesongo hanya bagian dari Kompleks Gunung Lumpur Kradenan, dengan puluhan gunung lumpur lain yang muncul pada area yang luas, misalnya Kuwu, Medang, Crewek, Cangkingan, Medang, dan Banjar Lor.
Bukan itu saja, gunung lumpur lain juga bermunculan ke arah timur, di antaranya Denanyar, Gresik, Dawar Blandong, Penganson, Sidoardo (Lusi), Porong, Gunung Anyar, Kali Anyar, Pulungan, hingga ada yang ditemukan di dasar Selat Madura.
Menurut keterangan Salahuddin, terbentuknya gunung lumpur, atau mud volcanoes, adalah fenomena yang lazim terjadi pada cekungan sedimentasi yang mengalami pengendapan secara cepat dan pada daerah yang secara tektonik aktif.
Dalam penjelasannya, sejak 45 juta tahun silam, mulai terbangun penampang geologi dari sedimentasi batuan laut dangkal. Formasi demi formasi batuan yang diendapkan pun saling bertumpuk, hingga pada rentang 20-14 juta tahun silam terbentuk Formasi Tawun, yang kemudian menjadi sumber lumpur bagi Kesongo.
"Laju pengendapan yang cepat umumnya mencegah lumpur untuk mengeras dan membatu, sehingga meski kemudian ditumpuk oleh formasi-formasi lain, lumpur Tawun tetap sebagai lumpur, yang tidak memiliki kesempatan terlitifikasi menjadi batu lempung. Kelak ketika bagian utara Pulau Jawa mulai terangkat di dua juta tahun silam, bagian laut dangkal tersebut mulai didorong oleh gaya tektonik dan muncul ke permukaan, membentuk serangkaian perbukitan," terang Salahuddin.
Baca Juga:Mud Vulcano Kesongo Blora Masih Meletup
Salahuddin melanjutkan, aktivitas semburan lumpur menyebabkan tidak ada pepohonan yang mampu tumbuh di dalam depresi kaldera Kesongo, hanya rerumputan dan semak belukar yang mendominasi. Karenanya, masyarakat setempat lebih mengenal area itu dengan sebutan Oro-Oro Kesongo, alias tempat yang banyak rumput untuk mengembalakan ternak.
- 1
- 2