SuaraJogja.id - Warga binaan atau narapidana masih mendapat stigma yang cukup kuat dari masyarakat. Mereka dianggap terus bersalah dan masih mungkin mengulangi perbuatannya setelah keluar dari jeruji besi.
Namun, tekad dan keinginan yang kuat untuk mematahkan stigma masyarakat itu datang dari Wahyu Pratama (24), yang meruapkan warga binaan rumah tahanan (rutan) Kelas II B Bantul, atau yang biasa dikenal dengan Rutan Pajangan. Ia, yang sudah dinyatakan bebas bersyarat sejak Januari lalu itu, tetap rajin mengikuti pelatihan yang diadakan oleh kelompok masyarakat terkait dengan pelatihan warga binaan.
Program pelatihan yang diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkuham) Daerah Istimewa Yogyakarta itu memang sengaja dilakukan dengan menggandeng pokmas untuk melatih para napi atau warga binaan. Salah satunya seperti Kelompok Wanita Tani Sukamaju di Dusun Palihan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul.
Dari program pelatihan itu, Wahyu dan sembilan orang warga binaan lainnya akan mengikuti berbagai kegiatan, mulai dari menanam berbagai jenis tumbuhan, memanen, hingga mengolahnya menjadi berbagai produk olahan.
Baca Juga:Perwira Polisi Siksa 4 Narapidana Pakai Lagu "Baby Shark" Sampai Stress
"Saya sudah belajar mulai dari nanem sampai bikin keripik pisang, singkong dan lainnya," kata Wahyu saat ditemui di sela-sela pelatihan pembuatan keripik pisang, di Dusun Palihan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul.
Wahyu mengatakan bahwa program pelatihan itu sangat berguna untuk menambah keterampilan ketika masuk kembali ke masyarakat. Menurutnya, pembinaan semacam ini harus terus dilakukan kepada warga binaan yang lain.
Wahyu, yang merupakan lulusan SMKN 1 Sewon jurusan tata boga ini, juga telah mengelola kedai di daerah Condongcatur, Sleman untuk mengisi aktivitasnya setelah keluar. Usaha kedai kecil-kecilan yang ia jalankan itu sebagai salah satu upaya untuk terus mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sekaligus mengumpulkan modal untuk menikahi kekasihnya.
"Iya saya menikah, rencananya besok November," ucapnya malu-malu.
Rencana Wahyu menikah sudah dipikirkan matang-matang. Oleh sebab itu, ia rajin untuk terus mengikuti program pelatihan warga binaan tersebut dan juga terus mengembangkan kedainya.
Baca Juga:Paksa Napi Dengarkan Lagu Baby Shark Berulang Kali, 2 Polisi Didakwa
Wahyu menyampaikan, ketika sudah mengantongi keterampilan yang lebih dari program pelatihan tadi, ia lantas akan membuka bisnis secara online. Pihaknya kini akan lebih berfokus untuk menambah keterampilan yang beragam untuk dirinya sebagai bekal ketika sudah berumah tangga nanti.
Ketika disinggung mengenai calon istrinya, Wahyu menuturkan, saat ini kekasihnya itu masih berstatus mahasiswa di IKIP PGRI. Awal pertemuan mereka pun sudah terjadi sejak keduanya sama-sama bersekolah di SMKN 1 Sewon.
"Dia kakak kelas saya waktu SMK," tuturnya lirih.
Tidak dipungkiri, ada pihak keluarga dari kekasihnya itu yang sempat menentang keputusannya untuk menikahi sang kekasih. Namun dengan tekad dan tujuan yang baik, kata Wahyu, pertentangan itu akan berubah menjadi sebuah restu bagi keduanya.
"Sempat ada yang tidak setuju, tapi waktu itu saya langsung nembung. Dia [kekasihnya] sudah setia menunggu saya keluar selama dua tahun, jadi saya tidak ragu lagi," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Permasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY I Gusti Ayu Suwardani menjelaskan, keterlibatan pokmas ini sudah berjalan dalam setahun terakhir. Kurang lebih sebanyak 30 warga binaan yang telah menjalani dua per tiga masa hukuman berhak mendapat program pelatihan tersebut.
"Program ini memang tidak terlalu terlihat, tetapi berkontribusi besar. Keterlibatan pokmas ini sebagai jalan awal bagi proses asimilasi dan dukungan terkait reintegrasi para warga binaan agar lebih bisa berbaur di masyarakat," kata Ayu saat berkunjung ke Bantul.
Senada, Direktur Hukum dan Regulasi Bappenas Prahesti Pandanwangi menuturkan, program pelatihan ini diproyeksikan dapat menjadi bagian dari proses reintegrasi yang disambungkan dengan pembinaan, jadi tidak hanya dari dalam lingkungan lapas saja pembinaan dilakukan, tapi akan dilanjutkan atau ditajamkan kembali dengan pelatihan ketrampilan itu.
"Program ini sangat penting untuk proses reintergrasi kembali ke masyarakat. Intinya kita bantu teman-teman kita yang berhadapan dengan hukum. Jadi nanti kedepan sebagaimana konsep permasyarakatan, saat keluar ya jadi orang yang baru dan punya ketrampilan," kata Prahesti.
Prahesti tidak lupa mengapresiasi program ini dan terus mendorong setiap pihak agar dapat menjadi percontohan secara nasional.
Menurutnya, tidak hanya akan menyasar warga binaan saja, tapi program ini juga membantu pengurangan napi, khususnya yang terlibat hukuman ringan.
Ia berharap, kehadiran pokmas sebagai tangan kanan pemerintah kepada wargaa binaan bisa menjadikan masyarakat lebih terbuka terhadap para mantan napi. Selain itu juga, peningkatan kepercayaan diri juga diperlukan para napi untuk berbaur dengan masyarakat kembali.
"Kalau kita lihat sekarang kapasitas lapas se-Indonesia mencapai 130 ribu orang padahal yang masuk sudah mencapai 230 ribu orang. Dengan program ini diharapkan tingkat hunian lapas akan turun secara signifikan," tegasnya.
Di sisi lain, pendamping program, Suryanto, mengutarakan bahwa antusiasme dari warga binaan yang mengikuti pelatihan sudah sangat baik. Pihaknya tidak akan lelah untuk terus berusaha semaksimal mungkin dalam membantu warga binaan menyelesaikan program pelatihan tersebut.
"Antusiasmenya sangat baik, kalau untuk praktik, mereka diminta mengikuti tujuh kali pertemuan. Setiap tahapan kami evaluasi untuk melihat hasil dan kesiapan mereka bergaul ke masyarakat," katanya.