SuaraJogja.id - Tidak masuknya nama Tengku Zulkarnain dalam pengurus baru MUI mendapat sorotan dari cendekiawan muda NU, Ulil Abshar Abdalla.
Lewat kicauannya di Twitter, Ulil membuka utasnya mengenai pasang surut peran MUI di bawah kekuasaan Orde Baru hingga pascareformasi.
Ia menyebut bahwa pascareformasi MUI yang sebelumnya jadi alat kooptasi pemerintah Orde Baru bertransformasi ke arah "radikal".
"Perubahan amat penting terjadi pada munas MUI ke-VI pada 2005. Sejak itu wajah MUI sebagai ormas yang ultra-konservatif amat kelihatan. Beberapa tokoh Isla "kanan" masuk ke kepengurusan termasuk dari HTI. Puncaknya pada 2017 ditandai dengan fatwa tentang tidak bolehnya seorang non-Muslim menjadi gubernur. Dari sinilah kemudian lahir gerakan pengawal fatwa MUI yakni GNPF MUI yang diketuai Bachtiar Nasir kemudian Yusuf Martak," jelasnya.
Baca Juga:Miftachul Akhyar Terpilih Jadi Ketua Umum MUI, Ini Pesan Tengku Zul
Lebih jauh, wajah MUI makin kental terasa kusut lantaran munculnya tokoh internal yang kerap membuat kegaduhan lewat pernyataannya yang merisaukan.
"Yang merisaukan publik juga adalah munculnya tokoh-tokoh MUI yang kerap membikin "kekacauan" dengan pernaytaan yang amat merisaukan. Tidak banyak sih mereka ini. Hanya ada dua-tiga sosok saja. Salah satunya Tengku Zulkarnain.
Pendiri Jaringan Islam Liberal itu menuding pernyataan-pernyataan Tengku Zul yang membuat kuping merah membuat MUI tercitrakan buruk.
"Lembaga ini identik dengan konservatisme agama dan sering menjadi sasaran bully publik di medsos. Walhasil pascareformasi citra MUI cenderung buruk," katanya.
Ulil mengungkap hilangnya Tengku Zul dari daftar pengurus MUI memang merupakan upaya yang ditempuh NU dan Muhammadiyah untuk mereduksi kubu konservatif.
Baca Juga:Profil KH Miftachul Akhyar, Ketua Umum MUI Periode 2020-2025
"Menyadari MUI selama ini telah sebagian dimanfaatkan oleh kelompok konservatif, teman-teman di NU dan Muhammadiyah akhirnya berusaha untuk serius memikirkan MUI agar lembaga ini tidak dijadikan "tameng" bagi kelompok konservatif," ungkapnya.
"Teman-teman dari kubu penyegaran MUI juga berusaha menyaring semua tokoh yang masuk di dua kepengurusan yaitu Dewan Pertimbangan dan Dewan Pimpinan untuk memastikan agar tak ada lagi 'trouble maker" seperti Tengku Zul masuk lagi," tambahnya.
Sementara itu, dalam pengurus yang baru Miftachul Akhyar terpilih jadi ketua umum MUI menggantikan Maruf Amin. Miftachul Akhyar terpilih di Musyawarah Nasional (Munas) X Majelis Ulama Indonesia (MUI).
KH Miftachul Akhyar merupakan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Miftachul Akhyar terpilih jadi Ketua Umum MUI periode 2020-2025.
Berikuti Susunan Pengurus MUI 2020-2025:
Dewan Pimpinan Harian MUI Pusat
Ketua Umum MUI : KH. Miftachul Akhyar
Wakil Ketua Umum MUI 1 : Dr. Anwar Abbas
Wakil Ketua Umum MUI 2 : KH. Marsudi Syuhud
Wakil Ketua Umum MUI 3 : Drs. H. Basri Bermanda, MBA.
Ketua MUI KH. Masduki Bidlowi
Ketua MUI Dr. Yusnar Yusuf Rangkuti
Ketua MUI Prof. Noor Achmad
Ketua MUI KH. Abdullah Jaidi
Ketua MUI KH. Afifuddin Muhajir
Ketua MUI KH. Dr. Sodikun
Ketua MUI Dr. Lukmanul Hakim
Ketua MUI KH. Sholahuddin Al Aiyubi
Ketua MUI Prof. Amany Lubis
Ketua MUI KH. Cholil Nafis
Ketua MUI Dr. Jeje Zainuddin
Ketua MUI Dr. Asrorun Niam Sholeh
Ketua MUI Dr. Sudarnoto Abdul Hakim
Ketua MUI Prof. Dr. Utang Ranuwijaya
Sekretaris Jenderal : Dr. Amirsyah Tambunan
Wakil Sekretaris Jenderal:
KH. Abdul Manan Ghani
Habib Hasan Bahar
Rofiqul Umam Ahmad
Azrul Tanjung
Asrori S. Karni
Ikhsan Abdullah
Arif Fahrudin
M. Ziyad
Isfah Abidal Aziz
Dr. Badriyah Fayumi
Drs. H. Pasni Rusli
Dr. Abdul Ghaffar Rozin
Prof. Dr. Valina Sinka Subekti
Bendahara Umum: Misbahul Ulum
Wakil Bendahara:
KH. Eman Suryaman
Dr. Rahmat Hidayat
Jojo Sutisna
Trisna Ningsih Julianti
Erni Juliana.