SuaraJogja.id - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta belum memberikan emergency use authorization (EUA) atau perizinan darurat terkait dengan vaksinasi Covid-19. Hal itu sejalan dengan keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang juga masih menunggu beberapa data dan hasil uji klinis yang dibutuhkan.
"Prinsipnya Badan POM belum memberikan perizinan darurat itu terkait dengan vaksin. Jadi memang harus terbit dulu izin darurat untuk bisa lantas digunakan secara luas," kata Kepala BBPOM Yogyakarta, Dewi Prawitasari, kepada awak media, Selasa (15/12/2020).
Dewi menuturkan terkait dengan tawaran vaksinasi yang sudah muncul di rumah sakit yang ada di Jogja, pihaknya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Sebab memang tawaran yang dibuat oleh rumah sakit di Jogja itu baru sebatas pendaftaran bagi peminat saja belum langsung untuk diberikan saat ini juga.
"Kalau soal menawarkan kan tidak harus pas sekarang ditawarkan dan besok langsung vaksinasi, baru menawarkan saja," sebutnya.
Baca Juga:Sertifikasi Halal Vaksin Sinovac, MUI: Dokumennya Belum Lengkap
Terkait dengan dibarenginya tawaran vaksin tersebut dengan harga yang tertera, Dewi menyampaikan bahwa itu juga sah-sah saja. Itu menjadi kebijakan dan cara dari masing-masing rumah sakit terkait yang menawarkan vaksin.
"Soal ada harga tidak masalah, emang orang tidak boleh promo pakai harga tertentu," ucapnya.
Kendati begitu Dewi menyatakan semua ketentuan terkait vaksin Covid-19 itu akan diberikan langsung dari Kementerian Kesehatan. Mulai dari penentuan harga vaksin, siapa saja yang boleh diberikan, hingga rumah sakit mana saja yang boleh memberikan vaksinasi kepada masyarakat.
Sementara itu Badan POM hanya akan menerima rilis dan memberikan izin penggunaan 1,2 juta vaksin Covid-19 Sinovac tahap pertama yang telah tiba di Indonesia. Namun saat ini, kata Dewi, semua itu masih dalam proses.
"Pada intinya, semua diatur oleh Badan POM bukan oleh Balai Besar POM. Jadi saya tidak bisa memberikan statement lebih banyak karena izin itu ada dari pusat, tidak ada di Balai Besar. Di Provinsi mana pun tidak ada yang ada di Badan POM Jakarta," tegasnya.
Baca Juga:Brasil Batal Umumkan Hasil Efikasi Vaksin Covid-19 Sinovac, Kenapa?
Dewi mengaku hingga saat ini belum mengetahui pihak atau rumah sakit mana saja yang akan atau malah sudah menerima vaksin tersebut. Bahkan terkait izin darurat itu sudah didapat atau belum, ia juga tidak mengetahui hal tersebut lebih lanjut.
"Kalau memang anda sekalian lihat langsung atau menemukan vaksin itu di rumah sakit bisa ditanyakan langsung ke Badan POM, terkait izin atau kepastian vaksin itu," ujarnya.
Sebelumnya diketahui, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman juga mempersilakan bagi rumah sakit swasta yang sudah mulai menawarkan vaksin Covid-19 kepada masyarakat. Namun yang perlu diperhatikan masyarakat adalah belum adanya kepastian dari pemerintah terkait vaksin Covid-19 itu sendiri.
"Ya kalau mau menawarkan, monggo saja," kata Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo.
Joko menyoroti program vaksin untuk tenaga kesehatan yang jumlahnya dinilai belum mencukupi sejauh ini. Pasalnya menurut kabar yang diterimanya, DIY hanya akan menerima 1.500 vaksin saja.
"Jadi kalau pihak swasta ada yang sudah menawarkan, mungkin punya link atau jalur sendiri. Kalau yang sudah datang ke Indonesia jumlahnya masih belum mencukupi," ungkapnya.
Lebih lanjut, dijelaskan Joko, program vaksin Covid-19 akan dibagi dua menjadi dari pemerintah dan yang dikelola swasta. Perbandingannya sekitar 30 persen untuk pemerintah dan 70 persen sisanya akan ditangani oleh swasta atau secara mandiri.
"Nah yang 30% itu program seperti kita dengar selama ini. Urutannya mulai dari nakes, tenaga pelayanan publik termasuk tentara, polisi, petugas terminal, petugas pelabuhan, petugas bandara, PBI dan baru kemudian mandiri," paparnya.
Menurutnya ada beberapa kajian ilmiah dan uji coba yang masih dilakukan secara bertahap ini belum sepenuhnya vaksin Covid-19 mempunyai efektivitas yang tinggi. Ia mengimbau memperhatikan tingkat efektivitas vaksin Covid-19 itu sebelum nantinya membeli.
"Kalau tingkat efektivitasnya saja di bawah 90%, ya tidak usah dibeli. Beli kalau yang efektivitas di atas 90%, yang juga sudah ada kajian keamanannya," pungkasnya.