SuaraJogja.id - Seseorang dengan tato melekat di tubuhnya, bagi sebagian orang masih menjadi stigma. Stigma tersebut yang dirasakan seorang penjual bubur berhijab di Kalurahan Seloharjo, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul. Perempuan bernama Andrianti Kuswara Putri harus menerima pandangan negatif dengan tato yang terletak di dahi, kaki serta tangannya.
"Banyak yang kaget ketika saya tinggal di Seloharjo. Tetangga awalnya takut melihat saya berjualan bubur. Apalagi ada pembeli yang ketika beli langsung melongo melihat saya," ujar Andrianti ditemui SuaraJogja.id di cafe Kongsuu, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Kamis (25/2/2021).
Wanita asli Bandung, Jawa Barat itu baru saja memulai hidup dengan suaminya di Bantul pada akhir Desember 2020 lalu. Hal itu dilakukan untuk mengubah pribadi yang dulunya buruk menjadi lebih baik lagi.
Andirianti tinggal bersama suaminya, Edy dan dikaruniai seorang anak. Keseharian perempuan yang suka memasak ini menjajakan bubur khas Bandung di depan Balaidesa Seloharjo, Kapanewon Pundong.
Baca Juga:Pria Asal Bantul Tewas Tersengat Listrik Saat Memangkas Pohon Rambutan
"Saya ingin mengubah hidup saya yang memang dulunya tidak baik. Pertama kali tinggal di Bandung saya dikelilingi teman-teman yang juga bertato. Selain itu saya juga ikut komunitas ladies punk di Bandung hingga senang membuat tato di badan," kata dia.
Perempuan yang mengaku dari keluarga broken home itu frustasi setelah ditinggal ayahnya. Ibu Andrianti yang masih hidup kurang memperhatikan dirinya sehingga terjerumus ke lingkungan yang tidak baik.
"Ibu saya kaget ketika saya kembali ke rumah badan penuh tato. Dia menangis dan minta untuk menghapus tato saya. Tapi waktu itu saya tidak menggubris dan membiarkan saja," jelas dia.
Kehidupan yang dipenuh dengan hal negatif membuat Andrianti berubah kepribadian. Tak jarang dia sering marah dan membentak karena tak mau diatur.
Sejak 2016 silam, perempuan yang memiliki tato kelelawar di dahi ini mulai membuat tato di tubuhnya. Dimulai dari tangan, kaki, hingga terakhir di dahi.
Baca Juga:Lansia di Bantul Bakal Masuk Vaksinasi Tahap Ketiga
"Waktu itu saya berfikir punya tato di dahi sepertinya menarik karena ada seninya. Karena di komunitas saya jarang ada wanita yang tatonya sampai di wajah. Memilih gambar kelelawar itu karena bergabung ke komunitas bernama Brigez yang memiliki logo kelelawar," jelasnya.
Hampir empat tahun hidup di lingkungan yang negatif, Andrianti bertemu pria yaitu orang yang sekarang menjadi suaminya, Edy. Pertemuan singkat itu hanya 3 bulan, saat keduanya bertemu di sekitar rumahnya.
Edy yang memang berniat melamar Andrianti mengaku bahwa ada kewajiban sebagai muslim untuk mengajak Andrianti berubah ke jalan yang lebih baik lagi.
"Jika bukan karena panggilan hati, tidak mungkin ada laki-laki yang mau dengan dia. Artinya laki-laki atau imam yang bisa mengajak perempuan yang dulunya nakal berubah menjadi baik. Karena harus bisa sabar menghadapinya" kata Edy.
Ketika melamar Andrianti, keluarga Edy sempat terkejut. Apakah yakin, pria yang merupakan duda ini mau membangun rumah tangga dengan perempuan seperti Andrianti.
Ia menjelaskan, melunakkan hati istrinya tak semudah membalikkan telapak tangan. Dia harus memberi contoh yang baik dan mengajak istrinya kembali beribadah.
"Saya menunjukkan kesungguhan saya kepada dia, bahwa saya datang untuk membangun rumah tangga yang baik, meski istri saya seperti ini (bertato). Termasuk beribadah sesuai syariat islam," ujar dia.
Andrianti mengaku diberi kebebasan oleh suaminya untuk menghabiskan kepuasannya berkumpul bersama teman-temannya. Ketika sudah puas, Andrianti memantapkan diri untuk berubah.
"Saya melihat ada hati yang menunggu saya untuk berubah lebih baik. Selanjutnya saya mencoba berhijrah tapi masih banyak tato menempel di tubuh saya," kata Andrianti sambil mengingat masa dirinya dilamar Edy.
Selama 1,5 tahun membangun rumah tangga, Andrianti dan Edy dikaruniai seorang anak. Kelahiran anak pertama itu, mendorong perempuan tersebut mantap menghapus tatonya.
"Dari situ akhirnya saya berusaha berubah. Tato yang ada di tubuh saya ingin saya hapus semuanya. Terutama yang ada di dahi saya," terang dia.
Rasa menyesal jelas ada. Namun nasi telah menjadi bubur. Saat ini dirinya hanya meminta untuk tetap ditunjukkan jalan yang benar dan Istiqomah dalam berhijrah.
Pemilik cafe Kongsuu yang juga pencetus Hapus Tato di Yogyakarta, Pri Anggono menuturkan orang yang memilih menghapus tato juga telah menjalani salah satu ibadah. Karena membuat bahagia keluarga yang ada di dekatnya.
"Ketika orang memiliki tato dan memutuskan menghapus tato artinya akan membahagiakan orang terdekatnya. Misal mbak Andrianti, secara langsung akan membahagiakan suaminya. Artinya membahagiakan orang lain termasuk dalam ibadah," katanya.
Jasa hapus tato Pri Anggono yang memiliki slogan Menghapus Tato Calon Penghuni Surga itu, kini memiliki 4 tim. Dirinya masih membuka jasa hapus tato bagi masyarakat di Yogyakarta atau di luar kota.
"Saya hanya mengajak untuk sama-sama mencari ridho Allah. Artinya ketika saya menjadi magnet yang baik untuk orang lain, tentu akan ada magnet lain yang mendekat dan sama-sama berubah lebih baik lagi," ujar Pri.