Terhimpit di Tengah Pandemi, Kusir Andong di Jogja Terpaksa Jual Kuda untuk Bertahan Hidup

Para kusir andong sangat terdampak akibat pandemi dan adanya PPKM Darurat

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 13 Juli 2021 | 20:08 WIB
Terhimpit di Tengah Pandemi, Kusir Andong di Jogja Terpaksa Jual Kuda untuk Bertahan Hidup
Seorang Kusir Andong nampak menunggu pelanggan di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, Rabu (10/6/2020). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Pandemi Covid-19 yang belum usai ditambah dengan adanya PPKM Darurat memberi dampak yang sangat besar bagi para pekerja informal di DIY. Salah satu pekerja informal yang terdampak adalah kusir andong.

Penutupan akses di sejumlah tempat wisata yang menjadi tempat dimana sejumlah kusir andong mencari nafkah semakin mempersulit keadaan tersebut. Tidak sedikit akhirnya kusir andong yang memutuskan mencari peruntungan lain.

Ketua Paguyuban Kusir Andong DIY Purwanto mengatakan berdasarkan data yang dimiliknya sejak pandemi Covid-19 jumlah anggota yang tergabung di Paguyuban Kusir Andong DIY terus berkurang secara signifikan.

Jika pada enam tahun silam anggota aktif paguyuban yang tercatat ada sebanyak 536 orang. Semenjak pandemi Covid-19 pada 2020 lalu berkurang menjadi 474 orang saja.

Baca Juga:Naik 1000 Kasus, Kasus Covid-19 di DIY Hari Ini Pecah Rekor 2731 Kasus

"Terakhir dua bulan yang lalu, kita data tinggal 385 orang saja yang masih aktif. Anggota kita masih 470an," kata Purwanto saat dihubungi awak media, Selasa (13/7/2021).

Purwanto tidak menampik bahwa banyak kusir yang sudah memilih untuk menjual kuda miliknya. Tak hanya itu saja, andong atau kereta kuda yang ada pun turut dijual untuk bertahan hidup.

"Iya ini ibaratnya memang kuda makan kuda. Ada yang tidak bisa membeli makan akhirnya jual kuda untuk membeli makan kuda," tuturnya.

Disebutkan Purwanto, tidak banyak hal yang bisa dilakukan oleh para kusir andong di masa sekarang ini. Selain menjual kuda dan andongnya, mereka juga hanya bisa mengandalkan tabungan saja.

Namun untungnya, pangsa pasar untuk penjualan kuda masih cukup luas. Termasuk sejumlah wilayah di luar Yogyakarta.

Baca Juga:Angka Kematian COVID-19 Tinggi, Pemda DIY Diminta Jamin Nasib Petugas Pemulasaran

Purwanto mengatakan satu ekor kuda sandelwood yang berukuran kecil saja bisa menyentuh harga Rp. 15 juta. Sedangkan untuk peranakan mencapai Rp. 20-25 juta per ekor belum indukan besar yang tembus Rp. 40-50 juta per ekor.

"Nah kalau andong itu biasanya dijual ke orang yang punya rumah besar atau hotel untuk dipajang gitu. Kisarannya bisa Rp.40 juta tapi pasarnya memang lebih sedikit daripada kuda," terangnya.

Kendati nominal dari penjualan kuda dan andong itu tergolong cukup besar, kata Purwanto, uang itu bakal terpakai dengan banyak juga. Selain untuk menghidupi keluarga juga digunakan mengurus kuda-kuda ternak lainnya.

"Dipelihara itu untuk narik lagi besok. Kalau tidak dipelihara, tidak dikasih makan mati, besok mau beli kuda pasti mahal kan," ucapnya.

Bantuan pemerintah belum terasa

Purwanto menilai bantuan dari pemerintah kepada pekerja informal khusus kusir andong di DIY masih belum tersampaikan. Padahal sudah bukan pertama kali pihaknya mengajukan untuk mendapat bantuan.

"Padahal kita pelestari budaya kendaraan tradisional berupa andong ini mendukung pariwisata Kota Yogyakarta. Kita baru mendapat insentif dari bantuan presiden lewat Kapolri, lewat Kakorlantas Polri Rp1,8 juta. Tapi ya sudah setahun lalu," ungkapnya.

Selain itu, disampaikan Purwanto, paguyuban kusir andong harus terus bersabar dan meminta bantuan kepada pemerintah. Termasuk salah satunya ke Dinas Perhubungan DIY hingga ke sejumlah pihak swasta yang turut memberi bantuan.

"Sama Kanjeng Gusti Pakualam dikasih sembako dan beras sudah dua kali ini. IPDN juga ngasih," tuturnya.

Purwanto mengaku juga pernah meminta bantuan insentif kepada Dinas Pariwisata DIY. Sayangnya, berdasarkan data 474 orang dari paguyuban kusir andong yang diajukan hanya sebanyak 200 orang saja yang lolos.

"Itu pun dikasih ke Polsek masing-masing alamat yang tertera per KTP. Kita nyari bingung, banyak yang nggak kesampaian," ujarnya.

Saat ini Purwanto dan ratusan kusir andong di DIY hanya bisa terus berharap uluran tangan dari pemerintah. Agar dapat memperhatikan nasib para kusir yang juga sebagai pelaku wisata di Yogyakarta.

"Ya kami memohon pemerintah ikut memperhatikan kami ini dan semoga pandemi ini cepat selesai dan berlalu agar bisa kembali normal. Kita berkehidupan seperti biasa ada wisatawan datang ke Jogja yang menjadikan roda perekonomian berjalan lagi," harapnya.

Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Rahardjo mengatakan pihaknya sudah menyalurkan bantuan dari Kementerian Pariwisata-Polri kepada para kusir andong pada 2020 lalu. Dalam bantuan ini juga sudah termasuk insentif dari pemerintah provinsi.

Memang mekanisme penyaluran dari bantuan itu berasal dari provinsi menuju ke polres lalu diserahkan ke polsek.

"Waktu itu mekanismenya seperti itu dan diantar door to door. Jumlah tepatnya saya lupa, tapi kalau nggak salah ada 400 kusir waktu itu sasaran," klaim Singgih.

Saat ini, kata Singgih, pihaknya juga tengah melakukan pendataan dan verifikasi ulang untuk pemberian bantuan selanjutnya bagi para kusir andong. Rencananya insentif mendatang ini akan diberikan berbarengan dengan bantuan sosial saat pelaksanaan PPKM darurat.

"Ya doakan tidak terlalu lama lagi. Jadi Pemerintah Pusat juga sudah memberikan rambu-rambunya. Tentu kita juga segera kemudian apa kebijakan provinsi akan kita laksanakan," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini