Meliput Konflik di Desa Wadas, Jurnalis Tempo Diduga Diintimidasi hingga Dituding Buat Berita Hoaks

sejumlah jurnalis mendapat intimidasi saat melakukan peliputan terkait konflik di Desa Wadas

Galih Priatmojo
Minggu, 13 Februari 2022 | 14:55 WIB
Meliput Konflik di Desa Wadas, Jurnalis Tempo Diduga Diintimidasi hingga Dituding Buat Berita Hoaks
Spanduk warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo menolak tambang batu andesit. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

SuaraJogja.id - Dugaan intimidasi dialami sejumlah jurnalis saat melakukan peliputan konflik penambangan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Seorang koresponden Tempo Jogja, Shinta Maharani yang juga Ketua  Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta dituding membuat berita hoaks oleh seorang warga pendukung penambangan. 

Menanggapi hal tersebut, AJI Yogyakarta, Semarang, Purwokerto dan juga LBH Pers Yogyakarta mengecam tindakan intimidasi dari warga kepada jurnalis yang melaksanakan peliputan di Wadas.

Divisi Advokasi AJI Yogyakarta, Hartanto Ardi Saputra menerangkan berdasarkan kronologi tertulis yang disusun Shinta ada Jumat (11/2/2022), intimidasi terjadi ketika dirinya sedang  mewawancarai warga pendukung tambang batu andesit di halaman masjid Dusun Winong, Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah sekitar pukul 13.30 WIB pada Kamis (10/2/2022). 

"Kronologi dari yang bersangkutan, ia bertanya seputar sosialisasi harga tanah yang warga jual, alasan mereka setuju dengan penambangan dan ganti rugi lahan yang dibebaskan setelah Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat mengunjungi desa tersebut. Setelah pertemuan DPR dengan warga selesai, dirinya menghampiri warga yang setuju lahannya diukur oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)untuk penambangan batuan andesit," kata Ardi dikonfirmasi suarajogja.id, Minggu (13/2/2022). 

Baca Juga:Masih Trauma, Murid Madrasah Hidayatul Islamiyah Desa Wadas Belum Berani Bersekolah

Selanjutnya, Shinta mewawancarai warga yang bernama Sabar dan Siti Rodiah selama sepuluh menit. Belum usai proses wawancara itu, Shinta didatangi dua warga laki-laki dan perempuan dan memotong wawancara. Mereka saat itu duduk di kursi dan ikut mendengarkan wawancara. 

Salah seorang perempuan yang tidak diketahui itu menanyakan dimana Shinta bekerja. Shinta menjelaskan dirinya dari media Tempo, namun perempuan tersebut menanggapi dengan raut muka marah dan membalas dengan tuduhan bahwa Tempo memproduksi berita bohong tentang konflik di Wadas. 

Sementara pria yang bersama dengan perempuan tersebut, menyebut berita Tempo hoaks berkali-kali. Dia menudingkan jari telunjuknya ke arah wajah jurnalis dengan jarak sekitar satu meter.

Shinta meminta agar dua warga itu menunjukkan berita yang mana dan bukti berita bohong yang pernah diproduksi Tempo tentang konflik Wadas. Namun pria dan perempuan itu tidak bisa menjelaskan bagian berita yang mereka anggap hoaks. Keduanya justru marah-marah dan mengganggu proses wawancara bersama warga lain.

Sejak awal, Shinta sudah menjelaskan bahwa wawancara ini merupakan bagian untuk menunjukkan fakta utuh apa yang terjadi di Wadas. Ada warga yang menolak dan mendukung tambang. Sehari sebelumnya, Shinta juga mewawancarai warga yang menolak tambang dan menulisnya untuk Koran Tempo. 

Baca Juga:Buntut Penangkapan Warga Wadas, IPW Desak Kapolri Copot Kapolda Jateng dan Kapolres Purworejo

Shinta juga menjelaskan semua pihak yang terkait, seperti pemerintah dan polisi semua diwawancarai. Tapi, mereka terus mengganggu proses peliputannya. Melihat situasi yang kurang kondusif, dirinya mengakhiri wawancara, berterima kasih, dan berpamitan kepada warga. 

Ardi menerangkan dari dugaan intimidasi yang dilayangkan warga ke jurnalis tersebut, AJI Yogyakarta mengecam segala bentuk intimidasi yang dilakukan oleh siapa pun dan dalam bentuk apa pun terhadap jurnalis ketika bertugas di lapangan. 

"Kami mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Sebab, jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999," katanya. 

Ia menerangkan, memberikan pernyataan atau pelabelan pemberitaan media massa adalah hoaks secara serampangan dan tanpa bukti merupakan bentuk kekerasan terhadap jurnalis dan melanggar Pasal 18 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

"Bagi publik atau siapapun yang menilai pemberitaan media massa tidak akurat atau ada kekeliruan dapat menempuh mekanisme yang diatur UU Pers, yaitu menyampaikan hak jawab atau pelaporan kepada Dewan Pers," terang dia. 

Terakhir, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 ayat 1 UU Pers). 

Ardi juga mengimbau kepada jurnalis yang akan melaksanakan peliputan di daerah konflik harus tetap waspada.

"Kami imbau agar setiap jurnalis menekankan prosedur keamanan di daerah konflik. Tidak ada berita seharga nyawa. Jurnalis juga perlu menunjukkan kartu Pers dan terlihat oleh orang di sekitarnya," ujar dia. 

Jurnalis harus terus berkomunikasi dengan kantor medianya setiap saat ketika berada di wilayah konflik. 

"Kami juga mengimbau kepada civitas di Wadas, tak menghalangi kerja jurnalistik. Mengingat kerja jurnalis dilindungi UU Pers,  siapa pun yang melakukan intimidasi kepada jurnalis terancam pidana," kata dia. 

Tidak hanya Shinta dari koresponden Tempo Jogja. Salah seorang wartawan dari media Sorot.co juga mengalami dugaan intimidasi saat meliput di Wadas pada Selasa (8/2/2022). Ia dipaksa aparat polisi tak berseragam untuk menghapus rekaman video tentang aksi kekerasan polisi terhadap warga yang diambilnya dalam proses peliputan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini