SuaraJogja.id - Jam dinding di rumahnya menunjukkan sekitar pukul 15.00 WIB. Tak banyak menunda, pria 48 tahun ini mengambil seragam warna hitam serta topi untuk bergegas menuju titik kumpul di sekitar Kelurahan Suryatmajan, Kemantren Danurejan, Kota Jogja.
Tak sampai lima menit, pria asli Jogja yang merupakan bregada di Kelurahan Suryatmajan ini tiba di titik kumpul yang sudah hadir juga beberapa rekannya.
Widadi, segera mengenakan seragam hitam yang dia bawa tadi. Tak lupa, lengkap dengan sepatu, topi dan tombak panjang yang sudah disiapkan oleh Kelurahan, Widadi berubah bak seorang prajurit Keraton Yogyakarta yang siap bertarung.
Namun hal itu bukan untuk berperang menumpas penjajah. Widadi memakai pakaian khas bregada berwarna hitam itu untuk berperang melawan Covid-19 dengan mengingatkan wisatawan di Malioboro yang malas menerapkan Prokes.
Baca Juga:Mengenal Bregada Rakyat, Daya Tarik Wisata Baru Yogyakarta
"Jadi persiapannya memang seperti itu. Ya pukul 14.00 WIB kita bersiap-siap, lalu mengenakan seragam. Selanjutnya membawa tombak kadang ada juga keris, lalu kita briefing dan pengarahan, lalu ke Malioboro untuk mengingatkan prokes ke wisatawan," kata Widadi sambil mengingat pertama kali dirinya memakai seragam bregada ditemui suarajogja.id di sekitar Kelurahan Suryatmajan, Sabtu (2/4/2022).
Widadi mengaku cukup nyaman bertugas sebagai Bregada Suryatmaja, berdiri empat jam mulai dari pukul 16.30-20.30 WIB. Di bawah arahan Pemda DIY dan Pemkot Yogyakarta, menjadi bregada merupakan aktivitas yang dia sukai karena mengingatkan warga untuk taat prokes ketika berwisata di Malioboro.
Bukan tanpa alasan, Widadi merupakan anggota Kampung Tangguh Bencana (KTB) yang merupakan mitra BPBD Kota Yogyakarta. Bahkan ia juga sebagai anggota Tim Kubur Cepat (TKC) sehingga sudah cukup banyak memahami bahayanya Covid-19.
Bertugas menjadi "prajurit" menambah semangatnya untuk mengajak warga waspada terhadap Covid-19, minimal mengenakan masker ketika berada di luar rumah.
Dimaki Wisatawan
Baca Juga:Didukung Kemenparekraf, DIY Luncurkan Atraksi Budaya Bregada Rakyat Malioboro
Meski senang melakukan aktivitas itu, tak jarang dirinya mendapat tanggapan negatif oleh wisatawan. Sebab ketika diingatkan, wisatawan menolak memakai karena merasa dianggap membawa penyakit.
"Itu saat kasus Covid-19 sedang tinggi-tingginya. Jadi ada wisatawan perempuan tidak pakai masker. Saya ingatkan malah membentak, dan mengatakan dia tidak sakit setelah itu meninggalkan saya," katanya.
Bregada di Malioboro tidak hanya mengingatkan wisatawan, tetapi juga harus memberikan edukasi terhadap kondisi saat ini, sehingga Widadi mendatangi lagi wisatawan dan berbincang dengan gaya ramahnya untuk memberitahu kondisi sebaran Covid-19 di Jogja.
Butuh waktu untuk memberikan pemahaman wisatawan yang terlanjur bebal dan meremehkan Covid-19. Pada akhirnya wisatawan ini memahami dan menuruti untuk menggunakan masker selama di Malioboro.
"Ya itu salah satu yang saya rasakan, memang pemahaman orang soal Covid-19 ini kan bermacam-macam. Tapi karena kita sudah dibentuk dan memiliki SOP, ya kita memberikan edukasi juga ke wisatawan yang ngeyel ini," terang dia.
Mengingatkan dengan cara yang sopan dan ramah ini memberikan dampak berbeda bagi bregada yang biasa bertugas di hari Sabtu dan Minggu itu.
Seorang bregada lainnya yang juga sebagai Panji Parentah, Adi Nur Widiyanto (45) mengingat kejadian saat seorang ODGJ tidak mau memakai masker di Malioboro.
Saat itu baik Satpol PP, Jogoboro, Dishub dan perangkat pemerintah lain sudah kerap kali mengingatkan. Namun, ODGJ ini tak mau menaati.
"Nah saat saya mengingatkan dengan cara yang baik dan memang kebetulan kita pakai seragam bregada, ODGJ ini justru nurut. Ya saat itu dia langsung memakai dan kalau diperintah kami langsung siap, mungkin menganggap kami sebagai prajurit Keraton Jogja ya karena seragamnya," kisah Adi.
Selain menjadi pengingat prokes, bregada yang terdiri dari Bregada Suryatmajan, Reksawinanga, Saeko Kapti dan Wirososro dari berbeda kelurahan ini tak jarang menjadi model berswafoto.
Adi mengatakan, biasanya ibu-ibu yang kerap meminta berswafoto bahkan selfie bersama dirinya. Permintaan gaya juga tidak biasa agar foto mereka terasa lebih hidup.
"Ya kalau ibu-ibu ini kan mintanya aneh-aneh kan saat swafoto itu. Tapi saya beritahu mereka kalau kita punya SOP. Kalau foto, kami harus dan kondisi siap," katanya.
Tak Gerah Saat Memakai Seragam
Seragam Bregada Suryatmajan dan 3 bregada lainnya cukup tebal. Terdapat baju, celana, sayah, lontong atau semacam kemben di dalam pakaian serta terdapat keris dan juga tombak yang dibawa.
Hal itu bagi sebagian orang terasa panas dengan pakaian tebal itu. Namun bagi Adi, hal itu tak dirasakan. Ketika semua badan sudah tertutup dengan seragam lengkap, rasanya sejuk dan biasa.
"Tapi saat belum memakai itu memang panas sekali. Nah ketika dipakai malah adem. Saya juga percaya-tidak percaya, tapi itu yang saya rasakan," kata dia.
Dalam melaksanakan tugasnya, bregada di Malioboro ini memiliki pembagian jadwal dengan 3 bregada lainnya. Secara bergantian setiap Sabtu dan Minggu, mereka mengisi setiap titik yang terbagi di 6 zona.
Dalam satu kelompok Bregada Suryatmajan terdapat 23 personel. Untuk jumlah bregada lainnya akan menyesuaikan dengan kebutuhan dan pemilihan perangkat kalurahan.
Bregada merupakan istilah lain dari prajurit. Saat pemerintahan di Jogja masih dipimpin oleh kerajaan, tugas mereka adalah menjaga kerajaan dari musuh.
Namun hal itu sudah menjadi sejarah dan merupakan budaya yang pernah berkembang zaman dulu. Bagi Bregada Suryatmajan lainnya, Eko Triono (51) menjadi bregada adalah tujuan dia untuk melestarikan budaya dan sejarah yang pernah ada.
"Ya menguri-uri (menjaga, melestarikan) budaya itu kan perlu. Jangan sampai istilah bregada itu anak muda di Jogja tidak tahu. Maka dengan kita berada di Malioboro itu juga memberitahu ke wisatawan bahwa kita masih menjaga budaya itu," kata dia.
Eko, Adi, dan juga Widadi satu dari sekian warga Jogja yang berusaha untuk menjaga kondisi wilayahnya tetap baik. Meski ada tanggapan negatif serta suka duka mereka selama menjalankan tugas. Mereka berharap kondisi covid-19 segera hilang. Meski kasus saat ini berkurang warga serta wisatawan harus tetap waspada.