Tak Semua Perkara Harus Dipidanakan, Kejati DIY Resmikan Rumah Restorative Justice untuk Bantu Mediasi

Setiap kasus tidak harus diperkarakan. Apabila semuanya diperkarakan bisa menyebabkan Lembaga Pemasyarakatan (LP) penuh

Muhammad Ilham Baktora | Rahmat jiwandono
Kamis, 19 Mei 2022 | 18:31 WIB
Tak Semua Perkara Harus Dipidanakan, Kejati DIY Resmikan Rumah Restorative Justice untuk Bantu Mediasi
Peluncuran rumah RJ di Trirenggo, Bantul, Bantul, Kamis (19/5/2022). (SuaraJogja.id/Rahmat Jiwandono)

SuaraJogja.id - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meluncurkan rumah Restorative Justice (RJ) Kalurahan Trirenggo, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul, Kamis (19/5/2022).

Kepala Kajati DIY Katarina Endang Saswestri menyampaikan, dengan adanya rumah RJ maka perkara pidana ringan bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Tujuannya untuk mewujudkan masyarakat yang harmonis dan menghidupkan nilai-nilai pancasila.

"Harapannya perkara-perkara yang bisa memenuhi verifikasi RJ dapat diselesaikan baik-baik," ujar Katarina, Kamis.

Sejauh ini, rumah RJ sudah ada di Kota Jogja, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunungkidul. Untuk ke depannya, lanjut dia, jumlah RJ akan diperbanyak.

Baca Juga:Kejati DIY Berhasil Meringkus Terpidana Kasus Penggelapan Uang, Sempat Buron 7 Tahun

"Untuk rumah RJ akan diperbanyak lagi, mungkin tidak hanya di Bantul saja. Target kami sebanyak mungkin," katanya.

RJ merupakan penyelesaian masalah di luar pengadilan dengan melibatkan pelaku, korban, serta masyarakat untuk mengembalikan keadaan semula.

"Kembali harmonis [mereka yang berkonflik], misal rumah tangga. Tidak ada dendam, tapi harus memenuhi syarat seperti penganiayaan ringan, KDRT ringan, dan pencurian yang nilainya kurang dari Rp250 juta."

"Misal nyuri HP karena anaknya harus sekolah online, kayak gitu kan tidak perlu dipidana tapi bisa dimaafkan," ujarnya.

Namun demikian, ia menegaskan bahwa perbuatannya tidak dilakukan berulang-ulang kali. Dengan catatan bahwa mereka berbuat seperti itu karena alasan tertentu.

"Mereka tidak selalu berbuat jahat, [bisa saja] hanya terdesak kebutuhan atau emosi sesaat. Jadi bukan kejahatan yang murni, tidak dilakukan berulang-ulang. Makanya
penting tokoh masyarakat dan agama memberikan masukan apakah orang ini berulang kali melakukan tindak pidana," tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih memaparkan, setiap kasus tidak harus diperkarakan. Apabila semuanya diperkarakan bisa menyebabkan Lembaga Pemasyarakatan (LP) penuh.

"Kalau tindak pidana ringan dan bisa diselesaikan secara musyawarah ya tidak perlu sampai ke pengadilan. Lalau semua kasus kecil dilaporkan maka bisa-bisa LP kebak (penuh), mosok nyolong pelem tonggo ne dilaporkan," ujar politisi PKB itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak