SuaraJogja.id - Kebijakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang digulirkan pemerintah diprotes warga Muhammadiyah. Sebab program yang digulirkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK yang merekrut guru-guru swasta menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut dinilai merugikan organisasi masyarakat (ormas) tersebut.
Sebut saja di DIY, berdasarkan data Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, ada lebih dari 200 guru di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang direkrut pemerintah menjadi P3K. Mereka merupakan guru-guru terbaik di ormas tersebut yang selama ini mendidik siswa di berbagai sekolah swasta.
"Ada program p3k yang bagi swasta ada masalah. Bukan kita tidak siap tapi kan kita punya pandangan pendidikan kan tidak mengenal fragmentasi," ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir di UAD, Yogyakarta, Minggu (14/05/2023).
Dalam sejarah sebelum NKRI terbentuk, menurut Haedar, Muhammadiyah dalam gerakannya sudah berkiprah di bidang pendidikan. Bahkan menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) bagi bangsa ini melalui didikan para guru di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Baca Juga:Haedar Nashir: Polisi Akan Ungkap Motif Penembakan di Kantor MUI
Karenanya desain kebijakan negara di bidang pendidikan mestinya tidak linier. Demi mendapatkan guru-guru bagi sekolah negeri, pemerintah membuka program P3K yang akhirnya justru merugikan sekolah-sekolah swasta.
"Desain kebijakan negara di bidang pendidikan mestinya tidak linier, tidak bersikap fragmentasi memisah-misahkan atau terutama membelah antara negeri dan swasta," ungkapnya.
Dengan banyaknya guru yang pergi dari Muhammadiyah untuk menjadi ASN, lanjut Haedar, maka Muhammadiyah harus kerja keras menghasilkan SDM-SDM guru di sekolah-sekolah yang kekurangan guru.
Diantaranya melalui program sinergi antara lembaga pendidikan di bawah Muhammadiyah. Sekolah Muhammadiyah yang sudah maju dalam sektor pendidikan diminta membantu sekolah-sekolah lain yang masih menengah dan dibawah kualitasnya.
"Insya allah Muhammadiyah bisa kesitu karena kuncinya kemajuan pendidikan di guru dan riset," tandasnya.
Baca Juga:Muhammadiyah Pastikan Lebaran Besok, Haedar Minta Umat Islam Mengedepankan Toleransi
Haedar berharap, pemerintah bisa mengubah regulasi, terutama dalam mencari SDM tenaga pendidik. Ke depan regulasi pemerintah mestinya bisa integratif dan holistik alih-alih membelah antar sekolah negeri dan swasta karena hal itu justru akan merugikan Indonesia kedepannya.
Kalau yang dipersoalkan masalah anggaran pendidikan, pemerintah seharusnya bisa mengatur kebijakan sedemikian rupa. Mereka tidak tidak perlu takut untuk membantu sekolah swasta lalu anggaran negara kemudian hilang. Toh anggaran pendidikan yang digulirkan dimanfaatkan untuk mencerdaskan dan membangun bangsa.
"Lebih-lebih di saat kita banyak kebobolan karena korupsi, inefisiensi, hal ini tidak jadi alasan. Dalam konstruksi negara demokrasi, pajak itu kan dari warga negara, dan muhammadiyah merupakan penyumbang pajak. Jadi kalau negara ikut [memakai] apbn untuk swasta dengan porsi yang disediakan sedemikian rupa, itu kan secara demokratif sebagai usaha mengembalikan anggaran untuk rakyat," paparnya.
Sementara Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta, Akhid Widi Rahmanto dalam Musyawarah Daerah (musda) PDM Kota Yogyakarta di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta membenarkan adanya 200 lebih guru Muhammadiyah yang ditarik pemerintah menjadi ASN. Sebenarnya mereka tidak mempermasalahkan namun mestinya guru-guru tersebut dikembalikan ke sekolah-sekolah Muhammadiyah untuk mengajar.
"Sekolah muhammadiyah yang masih kecil itu ya nangis ketika guru terbaiknya pada ditarik ke negeri. Ini mestinya pemerintah ya tahu dirilah," ungkapnya
Akibat kebijakan itu, Muhammadiyah akhirnya harus mendidik guru dari nol lagi. Padahal mereka yang jadi ASN sudah mengabdi lebih dari empat tahun.
"Nah kita dari nol lagi, ya ndak papa lah, muhammadiyah biasa dibully kayak gitu," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi