SuaraJogja.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi sorotan publik. Bukan karena prestasinya melainkan akibat dari dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan lembaga antirasuah tersebut.
Menurut Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman, isu pungli di lingkungan KPK merupakan sebuah ironi. Kendati demikian hal itu nyatanya bukan hal yang baru juga.
"Pungli di lembaga anti korupsi itu ironi ya dan sayangnya ini bukan hal baru. Ini sudah ada praktik seperti ini sejak agak lama, karena pernah juga seorang pengawal tahanan yang pernah menerima sejumlah pemberian dari tahanan KPK," kata Zaenur, Selasa (20/6/2023).
Secara lebih luas, Zaenur melihat bahwa pungli di lingkungan KPK ini menunjukkan adanya pengeroposan nilai integritas pada internal KPK sendiri. Sebab bukan hanya di level pegawai saja tapi pada jajaran pimpinan pun tak sedikit yang bermasalah.
Baca Juga:Soal Kasus Kebocoron Dokumen Penyelidikan KPK, Irjen Karyoto Bilang Begini
"Saya melihat nilai integritas di internal KPK ini benar-benar keropos, karena memang dari mulai pimpinan, pegawai itu ada saja yang melakukan pelanggaran etik maupun bahkan pidana," tuturnya.
Ia mencontohkan sejumlah kasus yang terjadi dalam internal KPK. Mulai dari sisi pimpinan ada nama Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri akibat pelanggaran etik hingga dugaan pelanggaran pidana walaupun tak diproses lebih lanjut.
Lili diduga menerima gratifikasi dan menjalin serta mengadakan hubungan dengan pihak yang berperkara di KPK. Selain itu, ada pula Ketua KPK Firli Bahuri yang pernah dijatuhi pelanggaean etik terkait dengan fasilitas mewah helikopter.
Tak hanya pada jajaran pimpinan, dari pegawai internal KPK pun sebelumnya juga sudah ada nama Stepanus Robin Pattuju atau AKP Robin. Eks penyidik KPK itu menerima suap hingga Rp11,5 miliar dari pihak-pihak yang berperkara.
"Nah termasuk ini sekarang adalah penerimaan pungli di rumah tahanan KPK. Ini tentu menggambarkan nilai integritas KPK itu telah keropos," tegasnya.
Selain itu, disampaikan Zaenur, hal ini menunjukkan sistem pengawasan KPK yang gagal. Sehingga justru kasus dugaan pungli sebesar Rp4 miliar ini mencuat ke publik.
"Menurut saya yang harus dilakukan proses itu tidak hanya para pelaku tetapi juga harus diproses juga atasan pelaku, yang artinya gagal melakukan pembinaan dan pengawasan," ucapnya.
"Jadi para penerima pungli, pelaku pungli jelas harus diproses baik secara etik maupun pidana, atasan-atasan mereka itu juga harus dimintai pertanggungjawaban, setidak-tidaknya secara administratif dicopot dari jabatannya karena gagal untuk melakukan pengendelian, pembinaan, pengawasan terhadap bawahannya. Sehingga anak buahnya tersebut melakukan pelanggaran kode etik juga tentu adalah pelanggaran pidana," sambungnya.
Sebelumnya, Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Syamsuddin Haris menyebut dugaan pungutan liar atau pungli di lingkungan rumah tahan atau Rutan KPK melibatkan puluhan orang.
"Diduga yang terlibat, bahkan puluhan pegawai rutan KPK," kata Syamsuddin dihubungi wartawan pada Senin (19/6/2023).
Temuan itu, saat ini sudah disampaikan ke pimpinan lembaga antikorupsi untuk ditindaklanjuti.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur menyebut kasus pungli kekinian sudah masuk dalam proses penyelidikan.
"Nah saat ini statusnya sedang dilakukan proses penyelidikan. Jadi temuan tindak pidana korupsi, berupa pungutan liar yang dilakukan oleh oknum di rutan KPK sedang ditangani dan saat ini pada proses penyelidikan," kata Asep.