SuaraJogja.id - Sebuah video yang mempertontonkan aktivitas tambang untuk urug tol di Kapanewon Gedangsari Gunungkidul viral. Dalam video tersebut nampak penampakan aktivitas tambang yang jaraknya sangat dekat dengan rumah.
Dalam video tersebut nampak rumah tersebut kini berada di atas jurang yang timbul akibat aktivitas tambang tersebut. Video yang diberi narasi ditujukan untuk Presiden Jokowi ini mempertanyakan kebijakan perizinan tambang tersebut.
Setelah ditelusuri, pemilik dan pengunggah video tersebut adalah Fajar Eko Nugroho, warga Rt 29/RW 06 Padukuhan Nglengko, Kalurahan Serut, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul. Dia juga salah satu pemilik rumah yang terancam longsor.
Fajar mengatakan tambang tersebut sudah beroperasi kurang lebih setahun lamanya. Tanah di samping rumahnya tersebut sebenarnya adalah milik kerabatnya. Sebelum ditambang, pemilik tanah mengatakan hanya bakal dikeruk sampai setinggi rumahnya.
"Itu kan awale bukit. Terus dikeruk tanahnya mau sejajar sama rumah ini. Tapi nyatanya malah dikeruk sangat dalam, kira-kira 5-10 meter dalamnya," ujar dia.
Dirinya kaget dan menyesalkan penambangan yang tidak terkontrol tersebut. Karena setahu dirinya, aktivitas tambang itu banyak yang mengawasi dan yang jelas ada aturannya berapa jarak dengan pemukiman. Namun nampaknya ada pelanggaran karena sangat dekat dengan rumahnya.
Fajar menambahkan, setidaknya ada 3 rumah yang terancam longsor. Salah satunya adalah miliknya dan satu lagi milik ibunya, sementara satu lagi milik tetangganya. Ketiganya kini hanya berjarak 1-1,5 meter dari tanah yang ditambang dengan kedalaman 5-10 meter tersebut.
"Kami sangat dekat dengan tebing. Padahal itu sangat dalam. Rawan longsor pastinya," ujar dia.
Di awal penambangan, lanjut dia, sebenarnya ada janji akan ada kompensasi yang diberikan kepada warga terdampak. Di mana masing-masing kepala keluarga bakal diberi kompensasi Rp200 ribu per bulan melalui dukuh setempat.
Namun tanpa ada keterangan yang pasti, ternyata baru dua kali kompensasi diberikan. Fajar yang tercatat kepala keluarga sendiri dan juga ibunya juga tercatat penerima kompensasi. Dan selama pengerjaan tambang dirinya baru menerima dua kali itupun diminta bergiliran serta jumlahnya berbeda.
"Pertama ibu saya dapat Rp200 ribu dan kedua Rp175 ribu. Nah itu diminta bergiliran sama orang tua. Padahal kan harusnya kami dapat jatah masing-masing," tambahnya.
Dia menambahkan, sebenarnya ada 15 kepala keluarga terdampak penambangan namun ternyata yang masuk dalam daftar penerima hanya 13 kepala keluarga. Terus yang dua kepala keluarga ke mana apakah masuk dalam daftar ataupun tidak.
Saat dikonfirmasi Lurah Kalurahan Serut, Sugiyanto membenarkan sidak tersebut. Laporan yang ia terima hasil dari sidak itu terjadi kesepakatan antara warga yang terdampak dan pihak tambang.
"Hasilnya pihak tambang mau menguruk galian yang dekat dengan rumah sampai sekiranya itu aman," kata Sugiyanto.
Adanya Pelanggaran
Kapolsek Gedangsari, AKP Suryanto mengatakan, selama inspeksi tim menemukan beberapa pelanggaran di lapangan. Salah satunya, di lokasi terdapat aktivitas tambang yang membahayakan lingkungan sekitar. Ada 3 rumah milik warga yang terdampak dari proses penambangan dan dinilai rawan lonsor.
Antara lain rumah milik Tukiyem yang berjarak kurang lebih 1,5 meter dari titik pengerukan, rumah milik Fajar Eko Nugroho yang berjerak kurang 1,5 meter dan rumah Marimin yang berjarak kurang lebih 6 meter dari titik pengerukan.
"Dengan adanya temuan tersebut selanjutnya pihak ESDM mengambil langkah dengan memanggil Koordinator Lapangan [Korlap]untuk memerintahkan operator alat berat melakukan pengurukan di sebelah rumah warga yang terdampak," kata Suryanto.
Selanjutnya, pihak tambang pun melakukan proses pembuatan terasiring dan pengurukan. Namun pemandangan di lokasi terkini, pihak tambang masih kembali mengisi material ke armada pengangkut.
"Dengan adanya hal tersebut dari pihak pemilik rumah yang terdampak sekira pukul 14:00 WIB melaporkan kembali ke ESDM dan akan segera menindaklanjuti," tambahnya.
Kontributor : Julianto