DPR Dituding Abaikan MK, Pakar UGM: Aksi Massa Cermin Demokrasi sedang Sekarat

Yance juga menyatakan bahwa pergerakan yang terjadi di lapangan merupakan sebuah pergerakan yang organik.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 27 Agustus 2024 | 23:52 WIB
DPR Dituding Abaikan MK, Pakar UGM: Aksi Massa Cermin Demokrasi sedang Sekarat
Aksi Jogja Memanggil yang kembali digelar pada Selasa (27/8/2024). [Suarajogja.id/Hiskia]

SuaraJogja.id - Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona menilai gelombang protes atau aksi massa di berbagai daerah tidak hanya gerakan reaksional saja. Melainkan akumulasi kekecewaan dari masyarakat terhadap pemerintahan yang tidak demokratis.

"Sebenarnya ini merupakan akumulasi dari protes-protes sebelumnya terkait dengan cara penyelenggaraan pemerintah yang tidak demokratis, tidak partisipatif, dan tidak transparan," kata Yance, Selasa (28/8/2024).

Menurut Yance, aksi protes dan kritik itu adalah ungkapan atau respons kemarahan dari masyarakat. Hal tersebut, kata dia merupakan tindakan yang sangatlah wajar.

Apalagi jika melihat tuntutan aksi dalam beberapa waktu terakhir. Terkhusus mengenai Revisi UU Pilkada yang belum lama ini diwacanakan padahal sudah ada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga:129 Juta Orang Indonesia Terjerat Pinjol, Ini Tips Aman dari Pakar UGM

Dari sana terlihat DPR yang secara terang-terangan mengabaikan MK dan berusaha mengubah putusan MK. Padahal sudah seharusnya putusan itu final dan mengikat.

Selain itu, Yance juga menyatakan bahwa pergerakan yang terjadi di lapangan merupakan sebuah pergerakan yang organik. Pasalnya masyarakat sudah jenuh dan muak dengan praktek politik yang tidak demokratis ini.

Sehingga salah satu upaya yang kemudian dilakukan yakni dengan melangsungkan protes atau unjuk rasa turun ke jalan. Menyampaikan berbagai keresahan, kritik kepada pemerintahan.

"Pergerakan yang terjadi kemarin merupakan sebuah pergerakan yang organik karena orang sudah jenuh dan muak dengan praktik penyelenggaraan pemerintahan apalagi dengan politik dinasti. Apalagi kalau kita lihat dalam konteks putusan MK dan Revisi UU Pilkada itu berkelindan," tuturnya.

Yance menilai tingkat kepercayaan publik terhadap proses demokrasi sudah mulai menurun. Bahkan ketika revisi UU Pilkada akhirnya batal dilaksanakan.

Baca Juga:Tak Ingin Demokrasi Diacak-acak, Ratusan Mahasiswa dan Dosen UGM Nyalakan Lilin di Bawah Pohon Pengetahuan

Yance mengatakan aksi berujung pembatalan RUU Pilkada itu memberikan rakyat secercah harapan. Hal ini bisa dianggap sebagai sebuah kemenangan kecil dari berbagai pertarungan yang terjadi dalam mempertahankan sistem demokrasi yang dilaksanakan di Indonesia.

"Semua lapisan masyarakat diharapkan untuk terus meningkatkan kepedulian terkait keberlangsungan proses politik sekaligus menjaganya," sebut dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini