Tagar #KaburAjaDulu populer di media sosial setelah banyak masyarakat yang sedang bekerja di luar negeri menyarankan netizen untuk mengikuti jejak mereka bekerja di luar Indonesia.
Tren tersebut meluas setelah sejumlah pihak menyebutkan banyak keuntungan bekerja di luar negeri, termasuk mendapatkan upah yang tinggi dan kualitas hidup yang lebih baik.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) Abdul Kadir Karding sendiri mendorong peningkatan kapasitas pekerja migran Indonesia (PMI) ketika merespons tren #KaburAjaDulu di media sosial.
Karding menganggap tren yang menyoroti tentang menariknya peluang kerja di luar negeri tersebut sebagai hal positif.
Baca Juga:Ramai Naiknya Harga BBM, Warganet di Papua Ini Tunjukkan Perbedaan Harga yang Bikin Ngelus Dada
Namun, dia menekankan tentang perlunya bagi masyarakat untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan mereka sebelum memilih untuk bekerja di luar negeri. "Dengan catatan, masyarakat yang memiliki keinginan (untuk) terlebih dahulu meningkatkan keterampilan dan kemampuannya," kata dia.
Namun di luar itu, negeri ini sudah saatnya membangun kembali harapan agar tidak terlanjur memudar. Beberapa hal yang semestinya dilakukan di antaranya dengan mereformasi sistem ekonomi yang harus lebih konkret.
Wacana hilirisasi dan industri kreatif memang menjanjikan, tetapi jika kesempatan tetap dimonopoli segelintir orang, efeknya tak akan terasa luas.
Dibutuhkan kebijakan yang benar-benar membuka akses bagi anak muda untuk berdaya. Subsidi pendidikan bukan hanya untuk yang pintar, tetapi juga yang potensial.
Keterbukaan pasar tenaga kerja harus lebih luas agar kesempatan lebih merata. Dan yang terpenting, sistem yang menghargai keahlian, bukan koneksi.
Kemudian, negeri ini perlu mengoreksi budaya kerja. Negara maju menawarkan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional, sementara di sini, kerap kali lembur tanpa batas dianggap dedikasi.
Gaji tinggi di luar negeri bukan sekadar angka, tetapi mencerminkan sistem yang lebih menghargai tenaga kerja. Jika ingin anak muda bertahan, maka sudah saatnya menyusun sistem kerja yang adil dan manusiawi.
Selanjutnya, pemerintah harus berani mengakui jika ada kebijakan yang tak tepat sasaran maka harus segera ditata ulang. Generasi ini tumbuh dengan internet, mereka membaca, mereka membandingkan.
Janji kosong tidak lagi laku dijual. Dibutuhkan kebijakan konkret yang bisa dirasakan dampaknya secara langsung, bukan sekadar wacana di atas kertas.
Lalu, jika negara ingin mempertahankan bakat-bakat terbaik, tawarkan saja insentif. Banyak negara sudah melakukannya, beasiswa berbasis keterampilan yang diikuti dengan kontrak kerja, bantuan modal usaha dengan regulasi yang transparan, hingga reformasi pajak bagi profesional muda.
Ini bukan sekadar insentif ekonomi, tetapi juga membangun ikatan emosional antara warga dan negaranya.