SuaraJogja.id - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY menuntut Pemda memberikan relaksasi pajak dan bantuan ekonomi bagi industri perhotelan yang tengah terpuruk. Sebab pasca kebijakan efisiensi anggaran Presiden Prabowo Subianto, sekitar 5.000 karyawan hotel dan restoran di kota ini terancam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawannya.
"Kami berharap adanya kebijakan seperti saat pandemi, yaitu pemberian insentif dan relaksasi pajak," ujar Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo dalam diskusi pariwisata di Kantor DPRD DIY, Selasa (25/3/2025).
Menurut Deddy, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah telah berdampak signifikan pada okupansi hotel di DIY. Saat ini, tingkat reservasi hotel di DIY mengalami penurunan drastis dibandingkan Lebaran tahun lalu. Okupansi hanya mencapai 5– 20 persen menjelang Lebaran pada periode 26 Maret hingga 1 April 2025. Jumlah ini turun dari okupansi Januari 2025 lalu mencapai sekitar 70 persen dan Februari 2025 sebanyak 40 persen.
Padahal saat ini terdapat 439 hotel di DIY, dengan sekitar 120–130 hotel tergabung dalam PHRI DIY. Dampak krisis minimnya okupansi dirasakan tidak hanya oleh hotel berbintang, tetapi juga penginapan non-bintang dan homestay.
Baca Juga:Ekonom: Perbaikan Daya Beli Kelas Menengah Jadi Kunci Cegah Terjadinya PHK
"Jika kondisi tidak membaik pasca-Lebaran, PHRI DIY memperkirakan jumlah pekerja yang terkena PHK bisa terus bertambah," tandasnya.
Karenanya relaksasi pajak, lanjut Deddy sangat mereka butuhkan agar bisa bertahan lebih lama. Saat ini hotel dan restoran di DIY tengah berjuang untuk tak melakukan PHK pada karyawan. Namun mereka hanya bisa bertahan selama tiga hingga enam bulan kedepan.
" Ini menjadi peringatan bagi pemerintah, karena kami sudah tidak bisa berbuat banyak. Kami menggaji karyawan berdasarkan jumlah tamu yang datang, tapi karena efisiensi anggaran, okupansi hotel dan resto turun drastis, bahkan nol," ungkapnya.
Selain relaksasi pajak, lanjut Deddy, PHRI meminta Pemerintah daerah tetap dapat mengalokasikan anggaran untuk kegiatan di hotel-hotel. Hal ini penting guna membantu perputaran ekonomi sektor perhotelan.
"Selain itu, pemerintah juga bisa menggelar rapat atau pertemuan di hotel agar industri ini tetap berjalan,” ujarnya.
Deddy menambahkan, BPP PHRI juga meminta pemerintah pusat untuk membatalkan kebijakan efisiensi anggaran. Sebab kebijakan itu dinilai memperburuk kondisi industri pariwisata.