SuaraJogja.id - Menjelang musim haji, praktik ibadah haji secara mandiri, yakni berangkat tanpa melalui jalur resmi Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) atau kuota Kementerian Agama marak saat ini.
Banyak orang yang bahkan nekat berangkat ke Mekkah naik sepeda, jalan kaki bahkan naik perahu menggunakan galon bekas.
Praktik haji mandiri semacam ini dinilai kian marak dan menimbulkan risiko besar bagi jamaah.
Selain berisiko gagal mendapatkan fasilitas akomodasi yang layak, jamaah juga bisa tersandung aturan ketat yang diberlakukan Pemerintah Arab Saudi terkait visa dan pelaksanaan ibadah haji.
Baca Juga:Banknotes SAR untuk Living Cost Jemaah Haji 2025 dari BRI: Dukungan Proaktif Layanan Haji
"Banyak jamaah yang pesan hotel lewat online, tapi saat sampai di Mekkah, hotelnya tidak bisa menerima mereka. Ada yang bilang kamarnya sudah penuh, ada juga yang bahkan tidak mengenali pemesanan itu. Ini paling sering terjadi di hotel lokal yang bukan bagian dari jaringan internasional," papar salah seorang penanggung jawab ibadah haji khusus 2025, Asep I Sudrajat di Yogyakarta, Rabu (30/4/2025).
Asep pun mengingatkan masyarakat agar tidak tergiur dengan cara instan untuk bisa berangkat haji. Banyak kasus jamaah yang berangkat menggunakan visa nonhaji seperti visa ziarah atau turis, dan memesan hotel secara mandiri melalui platform daring, justru menghadapi berbagai persoalan saat tiba di Tanah Suci.
Pemilihan hotel yang sembarangan dikhawatirkan tidak memiliki sistem reservasi yang lebih terintegrasi dan kredibel.
Sebaliknya, hotel lokal kadang tidak memperbarui sistem mereka dan tidak memverifikasi ulang status pesanan secara profesional.
"Ini sangat merugikan jamaah. Bayangkan mereka sudah sampai jauh-jauh ke Mekkah, tapi tidak punya tempat tinggal. Sementara pada musim haji, semua tempat penuh dan harga melonjak," tandasnya.
Baca Juga:Jemaah Haji 2025 Lewat YIA, Pemkab Harapkan Bisa Gerakan Ekonomi Kulon Progo
General Manager Sahid Tour itu menambahkan, tak hanya aspek legal dan akomodasi, sisi keselamatan jamaah juga mesti diperhatikan.
Haji mandiri berarti tanpa layanan resmi yang lengkap, termasuk tidak adanya pendampingan pembimbing ibadah maupun tim kesehatan.
"Cuaca di Mekkah saat musim haji bisa mencapai 45 hingga 50 derajat Celsius. Jamaah sangat rentan kelelahan, dehidrasi, bahkan mengalami gangguan kesehatan serius jika tidak mendapat edukasi dan pendampingan yang cukup," jelasnya.
Persoalan lainnya yang tak kalah penting, lanjut Asep adalah soal visa. Pemerintah Arab Saudi saat ini telah secara tegas melarang penggunaan visa nonhaji untuk keperluan ibadah haji.
Bahkan jamaah yang datang tanpa visa haji resmi tidak akan bisa mengakses wilayah Masya'ir al-Haram seperti Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Padahal kawasan tersebut tempat-tempat yang menjadi inti pelaksanaan ibadah haji.
Asep mencontohkan, pada musim haji tahun-tahun sebelumnya, kasus deportasi akibat haji nonprosedural sempat meningkat.
Ini menjadi pelajaran penting agar masyarakat tidak tertipu dengan tawaran keberangkatan yang murah dan cepat, tetapi tidak sesuai aturan.
“Visa ziarah dan turis itu tidak berlaku untuk haji. Saudi sudah punya sistem digital yang sangat terintegrasi. Siapa pun yang tidak terdaftar dalam sistem haji mereka tidak akan mendapat akses. Bahkan bisa ditangkap, dideportasi, atau dikenai denda,” ungkapnya.
Ketua Pelaksana Ibadah Haji Khusus Sahid Tour, Nurhadi Putranto mengungkapkan pada musim haji kali ini, mereka memberangkat 228 calon jamaah haji khusus.
Mereka didampingi 15 petugas haji dengan total biaya sekitar Rp300 juta per orang.
"Kami juga memberangkatkan tim medis untuk mendampingi jamaah serta membekali mereka dengan manasik kesehatan sebelum keberangkatan. Jamaah juga dibekali alat pelindung diri seperti payung, semprotan air, hingga pedoman aktivitas agar tidak terlalu lama di luar ruangan," jelasnya.
Untuk tahun ini, dua jenis paket keberangkatan, termasuk satu paket ekonomis untuk menjangkau jamaah yang tertunda pelunasannya disediakan.
Meski lebih terjangkau, semua keberangkatan tetap sesuai prosedur resmi dan menggunakan visa haji yang sah.
"Lebih baik bersabar dan berangkat secara legal, daripada mengambil jalan pintas yang berisiko menggagalkan ibadah, bahkan bisa membahayakan keselamatan," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi