"Keterbatasan jumlah tenaga ahli yang berpengalaman di produksi animasi skala besar. Infrastruktur teknologi dan perangkat lunak yang membutuhkan investasi signifikan. Model pembiayaan yang belum stabil, seringkali bergantung pada proyek-proyek tertentu tanpa keberlanjutan jangka panjang," ujarnya.
Ekspektasi penonton yang semakin tinggi pun harus dipertimbangkan.
Terlebih dengan kehadiran berbagai film animasi dengan kualitas lebih mumpuni.
Catatan bagi Kreator
Baca Juga:Warisan Terakhir Hamzah Sulaiman: Film 'Jagad'e Raminten' Ungkap Kisah Kabaret Inklusif Jogja
Deddy turut memberi catatan bagi para kreator dan produser film animasi ini.
Mulai dari perencanaan produksi yang lebih panjang untuk memberikan waktu yang memadai untuk pra-produksi dan uji coba animasi akan sangat membantu menjaga kualitas.
Lalu pengembangan desain karakter yang lebih ekspresif: Anak-anak sangat peka pada ekspresi visual.
Karakter yang hidup akan membuat pesan lebih mengena.
"Pemanfaatan teknologi dan perangkat terbaru, untuk memaksimalkan pipeline produksi dengan teknologi yang efisien bisa menghemat waktu tanpa mengorbankan kualitas," kata Deddy.
Baca Juga:'Singsot Siulan Kematian', Film Horor Jogja yang Siap Ramaikan Sinema Indonesia
Selain itu, penting untuk bisa berkolaborasi dengan talenta muda.
Sehingga dapat menggabungkan pengalaman senior dan kreativitas generasi baru dapat menghasilkan inovasi visual yang segar.
"Uji audiens sebelum rilis. Melakukan test screening terbatas untuk mengukur respons penonton anak dan orang tua dapat membantu menemukan aspek yang perlu diperbaiki," kata dia.
Kendati demikian, ia tetap memberi apresiasi pada ide dan niat film Merah Putih: One For All.
Terlebih dengan mengangkat keberagaman budaya Indonesia melalui tokoh anak-anak dari berbagai daerah.
"Tema ini sangat relevan untuk menanamkan nilai persatuan sejak dini," kata Deddy.