SuaraJogja.id - Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan larangan keras bagi pihak manapun memproduksi Batik Segoro Amarto Reborn tanpa izin resmi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.
Sebab motif batik ini merupakan hak kekayaan intelektual (HAKI) yang dimiliki Pemkot, sehingga penggunaannya wajib mendapat persetujuan.
"Tidak boleh orang membatik Segoro Amarto Reborn tanpa seizin Pemkot. Awas kalau ada yang nge-print, saya kejar sampai ujung dunia. Kalau ada yang memproduksi di luar Kota Yogyakarta juga saya kejar," papar Hasto disela peringatan Hari UKM 2025 di Yogyakarta, Selasa (12/8/2025).
Langkah tegas ini, menurut Hasto untuk memastikan produksi batik menjadi sarana pemberdayaan warga kota, khususnya kelompok miskin dan pengangguran.
Baca Juga:Ribuan Seniman "Serbu" Malioboro, Nusantara Menari Hipnotis Yogyakarta
Pemkot menunjuk Koperasi Merah Putih sebagai produsen resmi, dengan target awal memproduksi 5.500 lembar batik untuk seragam seluruh pegawai negeri sipil (PNS) Pemkot Jogja.
Ia menambahkan, sebelum ini seragam PNS memang menggunakan motif Segoro Amarto.
Namun tidak seragam dalam teknik produksi dan asal daerahnya.
Ada batik yang diprint, dicap, hingga batik tulis, bahkan banyak yang dibuat di luar Kota Yogyakarta.
Karenanya melalui kebijakan baru ini, Hasto berharap bisa menyatukan standar produksi sekaligus memastikan semua batik untuk PNS dibuat oleh pengrajin lokal binaan Koperasi Merah Putih.
Baca Juga:Mulai Agustus: Yogyakarta Kerahkan Alat Berat, Normalisasi Sungai Dimulai
"Pasarnya sudah ada, 5.500 PNS. Itu baru PNS, belum kader RT, RW, pamong, BUMD, P3K, dan lain-lain. Kalau semua beli di situ, putaran uangnya banyak sekali," ungkapnya.
Hingga kini, lanjutnya sudah delapan koperasi sanggup memproduksi batik tersebut.
Setelah tahap pertama untuk PNS selesai pada Oktober 2025 yang bertepatan dengan HUT Kota Yogyakarta, Pemkot akan memperluas produksi ke segmen lain, termasuk seragam sekolah.
Untuk jangka panjangnya, Hasto menargetkan sebanyak 65 ribu lembar batik per tahun, menyesuaikan jumlah siswa di Kota Yogyakarta.
Penerapannya dilakukan bertahap, dimulai dari siswa baru di tingkat SMP dan SMA, sementara siswa lama tetap memakai batik sebelumnya hingga lulus.
"Dalam tiga tahun, perputaran produksi akan terus berjalan dan ini akan nglarisi awake dhewe," jelasnya.