- Aksi mahasiswa menyoroti kekerasan aparat dalam meninda massa saat demo yang terjadi di Polda DIY
- Sejumlah korban ada yang harus menjalani amputasi
- Penangkapan aktivis di Jogja pun juga mendapat kritikan karena tidak ada prosedur yang jelas
SuaraJogja.id - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil menggelar aksi solidaritas di sejumlah titik di Yogyakarta seperti di Titik Nol Km dan Tugu Jogja, Kamis (2/10/2025).
Mereka menuntut pembebasan rekan-rekan aktivis yang masih ditahan pihak kepolisian serta menyoroti berbagai dugaan pelanggaran prosedur aparat dalam penanganan aksi unjuk rasa.
Dalam aksi kali ini, aliansi juga melayangkan laporan kepada sejumlah lembaga negara, termasuk Komnas HAM, Komnas Perempuan, DPR, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, hingga Sekretariat Kabinet.
Isi laporan menyoroti rangkaian kekerasan aparat dalam aksi demonstrasi di sekitar Polda DIY pada akhir Agustus 2025 lalu.
Baca Juga:Perdana Arie Veriasa Ditangkap Polda DIY, BEM KM UNY Tuntut Pembebasan, Ini Alasannya
"Dalam catatan kami, ada tindakan berlebihan dari aparat dengan menggunakan petasan tembak maupun petasan tangan untuk membubarkan massa. Akibatnya, empat orang warga Yogyakarta harus mengalami amputasi tangan," papar salah satu perwakilan aksi, Dandi, Kamis.
Dalam aksi itu, lanjutnya mahasiswa juga menilai aparat melanggar prosedur dalam proses penangkapan.
Banyak aktivis ditangkap tanpa surat resmi maupun pemanggilan yang sah.
Bahkan akses informasi publik mengenai jumlah korban luka sulit diperoleh, baik dari pihak kepolisian maupun rumah sakit.
Padahal data jumlah korban itu sangat penting agar tim independen maupun media bisa melakukan investigasi secara objektif.
Baca Juga:Jejak Digital Jadi Senjata? Cara Baru Aparat Represi Aktivis Mirip Taktik Orde Baru
"Namun sampai sekarang aksesnya masih tertutup," tandasnya.
Mahasiswa pun mempertanyakan nasib salah satu aktivis UNY yang ditangkap di Yogyakarta dan kini ditetapkan sebagai tersangka.
Sebab proses hukumnya dinilai janggal akses pendampingan hukum dari lembaga bantuan hukum ditutup.
"Padahal setiap warga negara berhak memilih siapa yang mendampinginya. Ini jelas melanggar hak asasi," kata Dandi.
Tidak hanya soal penangkapan, aliansi juga menyoroti tembakan gas air mata ke permukiman warga sekitar Polda DIY.
Hal ini membuat banyak anak-anak dan lansia mengalami sesak napas.
Karenanya melalui aksi solidaritas, mereka membawa tuntutan lebih luas terkait reformasi Polri.
Mereka pun menuntut polisi membebaskan seluruh tahanan politik dari berbagai kota.
"Target minimum reformasi Polri adalah pembebasan kawan-kawan kami. Selama masih ada aktivis yang dikriminalisasi, reformasi itu belum tercapai," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi