Scroll untuk membaca artikel
Rendy Adrikni Sadikin | Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Senin, 23 September 2019 | 15:09 WIB
Demonstrasi #GejayanMemanggil atau Gejayan Memanggil. (Suara.com/Putu)

SuaraJogja.id - Debora, seorang mahasiswi yang berorasi dalam aksi Gejayan Memanggil di perempatan Colombo, Gejayan, Yogyakarta, mempertanyakan sikap abai pemerintah.

Ketika berorasi di depan massa, dia mengatakan mahasiswa berhak untuk bertanya mengapa rakyat Indonesia tidak baik-baik saja.

"Kita berhak bertanya mengapa rakyat Indonesia tidak baik-baik saja," ujar mahasiswi tersebut.

Menurut dia, mereka sangat menyoroti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP) karena saat sekolah diajari demokrasi.

Baca Juga: Aksi Gejayan Diikuti Mahasiswa dari Luar Jogja: Kami Berangkat Independen

"(Kami) sangat concern dengan R-KUHP karena saat seolah diajari demokrasi, yakni pemerintahan oleh, dari dan untuk rakyat. Tapi kenapa rakyat menolak, RUU tetap disahkan," ujar mahasiswi tersebut.

RUU yang disahkan ini merupakan RUU KPK yang sempat menjadi polemik. Sebab, draf revisi tersebut dianggap bisa melemahkan KPK.

Mahasiswi itu mengatakan penting sebagai rakyat untuk bertanya kepada negara tentang segala hal yang terjadi di negara tersebut.

"Penting untuk rakyat menunjukkan kepedulian sebagai rakyat atas hal-hak untuk bertanya kepada negara sebenarnya apa yang terjadi di negara ini," ujar dia.

Sekadar informasi, mahasiswa dan berbagai kalangan masyarakat Yogyakarta yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak menggelar aksi Gejayan Memanggil pada Senin (23/9/2019) siang.

Baca Juga: Jalan-jalan ke Gejayan, Yuk Mampir ke 4 Kuliner Andalan Ini

Aksi damai itu dimulai pada pukul 11.00 WIB di tiga titik: gerbang utama kampus Sanata Dharma, pertigaan Revolusi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, dan bunderan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Load More