SuaraJogja.id - Insiden pembubaran paksa ritual Piodalan/Haul/upacara kirim doa kepada leluhur yang salah satunya Ki Ageng Mangir di Dusun Mangir Lor, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, DIY masih hangat diperbincangkan. Penolakan warga terhadap salah seorang pemeluk agama minoritas di dusun setempat memunculkan pertanyaan bagaimana sejarah di lokasi tersebut berkembang.
Utiek Suprapti, warga Dusun Mangir Lor RT 02 yang menggelar Piodalan, menceritakan sejarah bagaimana dusun tersebut berkembang. Menurutnya, tanah perdikan (wilayah yang dibebaskan dari segala kewajiban pajak karena memiliki kekhususan tertentu) ini adalah milik Ki Ageng Mangir, yang merupakan anak ke-44 Brawijaya V saat Kerajaan Majapahit menguasai Nusantara.
"Tanah perdikan ini merupakan milik Eyang Megatasari yang diberikan Eyang Brawijaya V. Karena sejak dahulu kawasan ini bernama Mangir, Eyang Megatasari ini berubah gelar (dikenal) sebagai Eyang Mangir I. Kedatangannyan ke wilayah ini sebelum Demak (Kerajaan Mataram) muncul," kata Utiek pada SuaraJogja.id, Kamis (14/11/2019).
Utiek mengklaim, Eyang Mangir alias Ki Ageng Mangir merupakan orang pertama yang menguasai daerah Mangir tersebut. Anak dari Brawijaya V itu memiliki seorang anak perempuan yang menikah dengan Joko Wonoboyo (putra Lembu Mesani), sehingga tampuk kepemimpinannya menurun kepada Joko Wonoboyo, yang menjadi Eyang Mangir II.
"Jadi sudah ada pergantian kepemimpinan ke Joko Wonoboyo, yang memiliki gelar Ki Ageng Mangir II atau Ki Ageng Mangir Wonoboyo I. Seiring berkembangnya keturunan, munculah, Ki Ageng Mangir Wonoboyo III hingga IV. Nah Eyang Mangir keempat ini masih memeluk Hindu, karena ketika wafat dilakukan dengan cara dingaben (dibakar menurut kepercayaan umat Hindu)," terang dia.
Utiek tak menampik, banyak orang yang memiliki cerita sejarah dengan versi yang lain. Namun bagi dia, sejarah yang dia dapatkan sudah benar dari leluhur terdahulunya.
"Ya itu sudah sesuai dengan sejarah keturunan Ki Ageng Mangir, jika diminta bukti autentiknya saya memang tidak bisa menunjukkan secara saat ini. Tapi inilah sejarah yang terjadi di Dusun Mangir," klaimnya.
Berkembangnya zaman dan penyebaran kepercayaan Kerajaan Mataram ke tiap pelosok Indonesia (termasuk Dusun Mangir) melunturkan kepercayaan serta kebudayaan yang ada sebelumnya. Namun wanita yang memiliki darah keturunan Ki Ageng Mangir itu menyebutkan bahwa warga Mangir masih melakukan ritual-ritual terdahulu dengan cara yang berbeda.
"Banyak orang yang menganalisis Ki Ageng Mangir Wonoboyo II itu menikah dengan anak Demange Paker (saat itu ia memeluk Islam), sehingga banyak yang mengira Eyang Mangir ketiga ini berpindah kepercayaan. Tapi dari sejarah, keturunan Ki Ageng Mangir ini masih memeluk Hindu hingga keturunan di bawahnya. Jadi warga di sini memang memeluk kepercayaan yang dibawa raja Mataram, tapi masih melakukan ritual terdahulunya, seperti membuat tumpeng, bakar kemenyan (dupa), dan lainnya semua ada di sini," jelas Utiek.
Baca Juga: Bukan Dipasung, Ini Cara Terbaik Dukung Pasien Gangguan Jiwa
Sebelumnya, pada Selasa (12/11/2019) sejumlah warga Dusun Mangir Lor membubarkan upacara peringatan wafatnya Ki Ageng Mangir, dengan Utiek Suprapti sebagai tuan rumah. Alasannya, penyelenggara tak memiliki izin kegiatan. Upacara tersebut juga menghadirkan puluhan pengikut dari berbagai kepercayaan yang datang dari Bali, Jawa Barat, Talaut (Sulawesi Utara) dan belahan pulau lainnya di Indonesia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- 5 Mobil Sedan Bekas yang Jarang Rewel untuk Orang Tua
- 5 Sepatu Lari Hoka Diskon 50% di Sports Station, Akhir Tahun Makin Hemat
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman Skechers Buat Jalan-Jalan, Cocok Buat Traveling dan Harian
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
Pilihan
Terkini
-
Jadwal PSIM Yogyakarta vs PSBS Biak Resmi Alami Perubahan, Maju Satu Hari
-
Pastikan Keamanan Ibadah Natal 2025, Polda DIY Sterilisasi Puluhan Gereja
-
Tak Ada Larangan Kembang Api di Jogja, Masyarakat Diminta Rayakan Tahun Baru dengan Bijak
-
Tren Arus Libur Nataru Meningkat Tajam: 371 Ribu Kendaraan Masuk DIY
-
UMP DIY Diketok Rp2,4 Juta, Gunungkidul Tetap Terendah