Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 25 Desember 2019 | 17:09 WIB
Dalang Yuli Wiryanto mementaskan kisah Wayang berjudul Persahabatan Hewan saat perayaan Misa Anak di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran, Bantul, Rabu (25/12/2019. [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Puluhan anak berlari mendekat ke pendopo Joseph Schmutzer, Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran, Bantul, Rabu (25/12/2019). Mereka berebut tempat paling depan untuk menyimak pentas wayang yang digelar saat Misa Anak di Gereja setempat.

Pemimpin cerita atau dalang yang sudah sejak pagi bersiap di pendopo, dengan lihainya memainkan karakter wayang yang telah tertata rapi di depan layar geber. Musik gamelan dimainkan, cerita pun dimulai, puluhan anak pun terlihat antusias mengikuti cerita yang disampaikan dalang.

Sesekali, mereka bahkan dibuat kaget dengan cerita yang memadukan elemen wayang fabel, wayang Wahyu dan wayang Beber Sanggar Seni Budaya Bhuana Alit tersebut.

"Hewan bersama-sama mengalahkan manusia. Mereka mencoba mengusir namun selalu saja kalah. Para hewan pun berdoa, meminta pertolongan yang maha kuasa. Akhirnya Tuhan Yesus datang dan memberi pertolongan. Manusia tak bertanggungjawab kalah dan pergi dari tempat hewan-hewan tersebut hidup," tutup kisah wayang berjudul Persahabatan Hewan itu.

Baca Juga: Ponpes Kalijaga Bantul Ucapkan Selamat Natal ke Seluruh Umat yang Rayakan

Sang dalang, Yuli Wiryanto (49) berkisah telah menyukai wayang sejak duduk di bangku SD. Dalang yang akrab dipanggil Yanto ini mengaku sejak usia 20 tahunan sudah menjadi dalang, namun dengan jam terbang yang sedikit.

"Saat masih kecil sering kali ayah saya mengajak menyaksikan wayang di berbagai acara. Nah mulai SD, kecintaan dengan wayang ini muncul, saya sering menonton ketika ada orang nanggap (membuat acara yang mementaskan wayang). Usia 20 tahun memang sudah pernah mendalangi wayang tapi tidak fokus. Seiring berjalan waktu dan karena cinta dengan wayang, akhirnya baru bisa menjadi dalang pada 2015 hingga sekarang," ungkap Yanto.

Pria lulusan jurusan Kriya Ukir, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini sudah enam kali mementaskan cerita wayang bersama Sanggar Seni Budaya Bhuana Alit. Pada 2016 lalu dirinya sempat membuat cerita wayang untuk mengingatkan pemabuk. Uniknya wayang yang dia gunakan dibuat dari kardus.

"Saat awal-awal saya menggeluti dunia dalang saya sengaja membuat cerita soal fenomena yang terjadi di kampung tempat saya tinggal. Karena banyak pemabuk, saya membuat cerita untuk mengingatkan mereka. Saat itu wayang yang digunakan berbahan kardus. Saya membuatnya hampir satu tahun. Dari sana saya memiliki pesan bahwa, untuk berkarya bisa dimulai dari hal-hal kecil dahulu," ungkap Yanto yang juga lihai meracik jamu.

Wiryanto menjelaskan selama jadi dalang lebih kerap mengisi pentas yang kebanyakan penontonnya dari anak-anak dan berdurasi satu jam.

Baca Juga: Isi Surat Wasiat dan Temuan Kerangka di Septik Tank Bantul

Dalang Yuli Wiryanto mementaskan kisah Wayang berjudul Persahabatan Hewan saat perayaan Misa Anak di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran, Bantul, Rabu (25/12/2019. [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

"Saya memang masih belajar, meski usia saya dikatakan tua, tapi semangat menjaga budaya adalah panggilan hati. Di sisi lain, wayang adalah aktivitas saya untuk menyalurkan hobi," tambah dia.

Yanto merupakan penduduk asli Yogyakarta kelahiran, Sorowajan, Banguntapan, Bantul. Meski lahir dengan keyakinan Islam, ia tak mempersoalkan untuk melebur di dalam kegiatan agama lain.

"Itu bukan masalah, artinya menjaga keyakinan itu sangat penting. Nah rasa menghormati itu juga harus dilakukan. Saya tak mempersoalkan untuk menghibur anak-anak di gereja ini," tambah Yanto.

Pria yang mengidolakan almarhum dalang terkenal dari Wates, Kulonprogo, Ki Hadi Sugito itu mengaku baru pertama kali menggelar pentas wayang di gereja.

"Ini pertama kalinya saya menjadi dalang yang pentas di dalam gereja. Tidak ada masalah, keluarga juga mendukung saya untuk melakukan kegiatan itu," ungkap Yanto.

Ia mengungkapkan budaya wayang adalah salah satu hal yang harus dijaga oleh generasi saat ini. Menurutnya pelestarian budaya ini yang menjadi semangat dirinya untuk ditanamkan kepada anak muda.

"Teknologi makin berkembang, anak muda malah lebih tertarik dengan gadget ini. Artinya kami mementaskan wayang ini juga sebagai wujud pelestarian budaya. Minimal mereka tahu jika Indonesia memiliki budaya wayang itu," jelas dia.

Koordinator Pembinaan Iman Anak (PIA) Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran, Irmawati Setiawan menuturkan sanggar Bhuana Alit sudah empat kali menggelar pementasan wayang di gereja setempat.

"Sudah empat kali kami bekerjasama dengan mereka. Namun pementasan saat Natal baru dilakukan sekali ini. Biasanya kegiatan paskah," jelas dia.

Irmawati menuturkan misa Natal hanya dilakukan satu kali di Gereja Ganjuran. Tahun ini tema yang diambil adalah Hiduplah Sebagai Sahabat Semua Orang. Di sisi lain panitia juga mengusung konsep untuk menjaga lingkungan.

"Jadi semua orang baik anak dan dewasa dapat membantu semua orang. Kami juga mengedepankan konsep menjaga lingkungan tanpa menggunakan bahan plastik selama perayaan Misa ini," tuturnya.

Load More