SuaraJogja.id - Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Pusat Muhammad Siddik mengaku prihatin dengan adanya tuduhan penyebaran paham radikalisme yang diarahkan pada tiga pilar dakwah: masjid, pesantren, dan kampus.
"Itu tuduhan keji dan palsu. Padahal tiga pilar tersebut selama ini menjadikan NKRI semakin kokoh," katanya di sela Simposum Tiga Pilar Dakwah (Masjid, Pesantren, dan Kampus) di Gedung Prof Kahar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia (UII), Senin (6/1/2020).
Selain itu Siddik menegaskan, DDII memiliki komitmen tinggi pada Pancasila sebagai dasar negara dan NKRI, yang sudah final dan harga mati.
Sementara, Ketua DDII Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Cholid Mahmud menilai, isu radikalisme yang selama ini berembus di Indonesia lebih banyak muatan politik ketimbang persoalan substansi.
Kalau dari perdebatan yang ia lihat, definisi yang diperdebatkan banyak pihak sangatlah tidak jelas. Lebih banyak politiknya daripada substansi yang ingin diselesaikan dari isu itu sendiri.
"Apakah betul negeri kita dengan jumlah warga 250 juta itu bersinggungan dengan radikalisme? Seberapa sih yang sesungguhnya terpapar radikalisme itu?" ujarnya.
Ia menjelaskan, kecenderungan untuk menjadi radikal ada di dalam diri orang dari keyakinan apapun. Namun sebetulnya, persentasenya kecil dan secara mainstream tidak akan disukai orang.
"Yang paling efektif dalam mengatasi radikalisme, ya menyadarkan masyarakat. Menyadarkan bahwa pemahaman yang betul adalah, Islam itu melarang radikalisme," kata dia.
Pasalnya, menurut Cholid, Islam melarang radikalisme. Kebaikan tidak boleh dilakukan berlebihan, apalagi keburukan.
Baca Juga: Presiden Borneo FC: Perekrutan Torres Sesuai Kebutuhan Edson Tavares
"Belajar dari Nabi Muhammad, sebaik-baiknya orang itu berada di tengah, moderat," ucapnya.
Cholid tidak menampik bahwa masyarakat perlu pula kembali pada penggunaan istilah ekstremisme karena ekstrem berkaitan dengan sikap yang terlalu condong ke sisi tertentu.
"Ada yang ekstrem ke bawah, ada yang ekstrem ke atas. Kembalilah ke Islam yang moderat," tuturnya.
Ditanyai mengenai peran DDII dalam menanggulangi intoleransi, Cholid menyebut DDII belum terlalu masuk melibatkan diri dalam hal-hal yang spesifik.
Kendati demikian secara prinsip, intoleransi, kata dia, bukanlah bagian dari keislaman.
Kontributor : Uli Febriarni
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
ARTJOG 2026 Siap Guncang Yogyakarta, Usung Tema 'Generatio' untuk Seniman Muda
-
Komdigi Tegaskan Pembatasan Game Online Destruktif, Gandeng Kampus dan Industri Optimasi AI
-
Anak Kos Jogja Merapat! Saldo DANA Kaget Rp 299 Ribu Siap Bikin Akhir Bulan Aman, Sikat 4 Link Ini!
-
Kabel Semrawut Bikin Jengkel, Pemkab Sleman Ancam Stop Izin Tiang Baru dari Provider
-
Geger! Rusa Timor Berkeliaran di Sleman, Warga Panik Cari Pemilik Satwa Liar yang Lepas