Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 03 Februari 2020 | 14:54 WIB
Gubernur DIY Sri Sultan HB X ditemui di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (27/1/2020).- (Suara.com/Putu)

Sebelumnya diberitakan, sejumlah petani mengadu ke kantor Balai Besar WWSSO, Kamis (9/1/2020). Mereka keluhkan tak adanya debit air yang cukup untuk mengairi sawah mereka, sejak beberapa tahun belakangan.

Akibat minimnya debit air bagi lahan pertanian, petani hanya bisa gigit jari, karena tak bisa menanam padi sesuai jadwal masa tanam. Mereka yang biasanya bisa menanam padi dua sampai tiga kali tanam dalam setahun, kini hanya bisa satu kali.

"Padahal di sana tanahnya subur, tapi walau begitu, ada pupuk ada teknologi kalau tidak air, kami bisa apa? Yang ada kami bukannya untung malah buntung," kata Janu, kala itu.

Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Sleman, Heru Saptono menyebut, penutupan dan pengelasan grojokan Sanggrahan bukan satu-satunya cara yang ditempuh, sebagai refungsionalisasi selokan mataram, agar mengalir sesuai ketentuan. Melainkan juga menutup pipa yang dipasang ilegal oleh petani ikan, di Sombomerten.

Baca Juga: Driver Ojol Disabet Sajam, Begini Kronologi Dugaan Klitih di Gamping Sleman

"Ada lima pipa akan kami tutup. Sedikitnya tercatat ada 5 kelompok petani ikan mengambil manfaat dari aliran selokan mataram, di titik ini ya," ucapnya. 

Kontributor : Uli Febriarni

Load More