Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 12 Februari 2020 | 12:28 WIB
[Ilustrasi] Pedagang bawang putih sedang menunggu pembeli di Pasar Induk Kramat jati, Jakarta Timur, Jumat (07/02). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraJogja.id - Merebaknya wabah virus corona Wuhan di China dinilai pakar sosial ekonomi pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Irham sebagai peluang bagi Indonesia untuk mewujudkan kemandirian produksi bawang putih.

"Kejadian ini seharusnya bisa kita pandang sebagai peluang untuk mengembangkan bawang putih secara mandiri. Seluruh dinas pertanian yang punya potensi [budi daya] bawang putih dikembangkan saja," kata Irham di Yogyakarta, Rabu (12/2/2020).

Kendati demikian, Guru Besar Fakultas Pertanian UGM ini menampik rumor yang berkembang. Ia memastikan bahwa tanaman bawang putih bukanlah media penularan virus corona Wuhan.

Menurut Irham, selama ini beberapa sentra produksi bawang putih di Indonesia seperti di Tawangmangu, Jawa Tengah serta Sukabumi, Jawa Barat, belum dikembangkan secara optimal. Padahal, kata dia, jika serius dikembangkan, varietas bawang putih di Tawangmangu memiliki kualitas yang tak kalah bagus dibanding bawang putih impor.

Baca Juga: Zulkifli Hasan Jadi Ketum, PAN Sempat Endus Isu Amien Rais Mau Disingkirkan

"Varietas bawang putih [di Tawangmangu] itu bagus hasilnya karena dikembangkan dengan teknologi. Jadi kita memang berpacu dengan teknologi," kata Irham, dikutip dari ANTARA.

Ia menilai, produk bawang putih yang diekspor negara lain seperti China ke Indonesia juga dikembangkan dengan rekayasa teknologi. Pengembangannya dengan kultur jaringan, sehingga hasilnya bisa seragam dan banyak diminati pasar.

"Mereka bikin jenis bawang putih yang seragam dan mungkin lebih unggul dengan rekayasa teknologi," jelas Irham.

Ia pun menilai, persoalan kemandirian bawang putih bukan disebabkan persoalan tanah yang tidak cocok. Menurut Irham, problemnya terletak pada seberapa besar keseriusan pemerintah mewujudkan kemandirian bawang putih supaya bisa lepas dari impor.

Meskipun tidak serta merta dapat menggantikan seluruh bawang putih impor, Irham berharap, dengan mengoptimalkan pengembangan produksi bawang putih, setidaknya selama kurun 10 tahun ke depan Indonesia sudah tidak bergantung dengan bawang putih impor.

Baca Juga: Lucinta Luna Sering Minta Dibelikan Obat, ART Putuskan Berhenti Kerja

Ia mencontohkan Pemerintah Iran dengan tekad untuk swasembada itu, yang berhasil diwujudkan saat Amerika Serikat (AS) mengembargo pasokan gandum ke negara tersebut.

"Iran itu kan diembargo gandum Amerika. Pemerintah Iran kemudian bertekad untuk swasembada gandum. [Hasilnya] 10 tahun kemudian berhasil swasembada, dan 10 tahun berikutnya ekspor ke Amerika," terang Irham.

Sebelumnya, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag DIY Yanto Apriyanto menjelaskan bahwa selama ini sekitar 95 persen kebutuhan bawang putih di Indonesia memang dipenuhi produk impor yang sebagian besar berasal dari China. Bawang putih dari petani lokal Indonesia, seperti dari Garut, Brebes, Temanggung, hingga NTT, menurut dia, hanya mencapai 5 persen karena tidak banyak diminati konsumen.

"Memang untuk jenis bawang putih di Indonesia umbinya kecil-kecil, sehingga tidak banyak diminati, berbeda dengan bawang impor yang besar-besar," kata Yanto saat ditemui di Kantor Disperindag DIY, Selasa (11/2/2/2020).

Diketahui, Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian pada Jumat (7/2/2020) lalu telah menerbitkan izin Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk bawang putih sebesar 103.000 ton dari China.

Keputusan membuka impor bawang putih dilakukan karena stok yang kian menipis. Menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga bawang putih Nasional sudah mencapai Rp55.300 per kilogram hingga Senin (10/2/2020).

Load More