SuaraJogja.id - Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) kembali turun ke jalan, Senin (9/3/2020). Masih di lokasi yang sama dengan #GejayanMemanggil, mereka menyuarakan upaya menggagalkan omnibus law. Tak hanya itu, mereka juga mengusung beberapa tuntutan lain.
Humas ARB, Kontra Tirano menjelaskan, massa aksi juga mengkritisi RUU Cipta Kerja, Perpajakan, RUU Ibu Kota Negara dan RUU Kefarmasian. Disampaikan olehnya, massa aksi mendukung RUU PKS dan menolak RUU Ketahanan Keluarga.
"Aksi ini ingin memberikan mosi tidak percaya, kepada pemerintah dan seluruh lembaga negara yang mendukung pengesahan omnibus law. Mendukung penuh mogok nasional dan menyerukan kepada seluruh elemen rakyat, untuk aktif dalam mogok nasional tersebut," ungkapnya, Senin (9/3/2020).
Ia menjelaskan, massa aksi juga menyatakan perlawanan terhadap tindakan represif aparat dan ormas reaksioner.
Baca Juga: Tim Surveillance Kemenkes Telisik Jejak Pasien Suspect Corona di RS Swasta
Alasan aksi menolak RUU Cipta Kerja dikarenakan adanya beberapa pasal krusial yang mengatur soal upah. Salah satunya, pada pasal 88B, upah ditentukan oleh satuan waktu yang berarti ada potensi upah dibayarkan per jam.
"Selain itu, masalah pemutusan hubungan kerja (PHK). Dulu ada mekanisme PHK dan keterlibatan serikat buruh. Dalam UU Cipta Kerja ini, serikat buruh tidak lagi dilibatkan. Padahal, hari ini yang membela adalah serikat buruh," ungkap Kontra.
Menyuarakan suara massa, Kontra menjelaskan, ia sangat menyayangkan UU tersebut. Saat Indonesia yang mengaku sebagai negara modern, namun kebijakan ketanagakerjaan dalam UU Cipta Kerja persis seperti UU yang diberlakukan di negara terbelakang.
"Karena di negara maju, jam kerja seharusnya dikurangi. Untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Tetapi di indonesia jam kerja dengan lembur diperpanjang, malah dibayar tunai. Ini persis dengan negara terbelakang yang hanya menyasar investasi-investasi bodong," kata dia.
Seorang massa aksi, Fulan menyatakan, UU Cipta Kerja juga berbicara tentang pendidikan untuk pemenuhan industri. Kebijakan tersebut menurutnya, membuat para pelajar tak lagi memiliki orientasi dalam intelektual dan riset, melainkan di-setting hanya untuk memenuhi kebutuhan industri.
Baca Juga: Ari Wibowo Kritik Pemerintah Dalam Penanganan Virus Corona
"Sarjana kita diprioritaskan untuk pemenuhan tenaga kerja, bukan lagi orientasinya intelektualisme atau riset, yang meningkatkan produktivitas produksi dalam negeri. Pembangunan industri manufaktur itu bohong kalau riset-riset tidak diperdalam, sarjana hanya diprioritaskan untuk pemenuhan industri dengan gaji yang murah, dengan jam kerja yang lama," tutur Fulan.
Berita Terkait
-
Rocky Gerung Soroti Replika Guillotin di Aksi Geyajan Memanggil: Penanda Kemuakan Terhadap Jokowi dan Dinastinya
-
Ikut Gejayan Memanggil, Peserta Aksi: Kami Bersama-sama Menyalakan Alarm Demokrasi!
-
Singgung soal Pelanggaran HAM di Gejayan Memanggil, Guru Besar UI: Tidak Boleh!
-
Permasalahan di Wadas Kembali Disinggung Peserta Aksi Gejayan Memanggil
-
9 Bencana Jokowi Menurut Gejayan Memanggil, Massa Tuntut Presiden Diadili
Tag
Terpopuler
- Respons Sule Lihat Penampilan Baru Nathalie Tuai Pujian, Baim Wong Diminta Belajar
- Berkaca dari Shahnaz Haque, Berapa Biaya Kuliah S1 Kedokteran Universitas Indonesia?
- Pandji Pragiwaksono Ngakak Denny Sumargo Sebut 'Siri na Pace': Bayangin...
- Beda Penampilan Aurel Hermansyah dan Aaliyah Massaid di Ultah Ashanty, Mama Nur Bak Gadis Turki
- Jadi Anggota DPRD, Segini Harta Kekayaan Nisya Ahmad yang Tak Ada Seperempatnya dari Raffi Ahmad
Pilihan
-
Freeport Suplai Emas ke Antam, Erick Thohir Sebut Negara Hemat Rp200 Triliun
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaik November 2024
-
Neta Hentikan Produksi Mobil Listrik Akibat Penjualan Anjlok
-
Saldo Pelaku UMKM dari QRIS Nggak Bisa Cair, Begini Respon Menteri UMKM
-
Tiket Kereta Api untuk Libur Nataru Mulai Bisa Dipesan Hari Ini
Terkini
-
AI Ancam Lapangan Kerja?, Layanan Customer Experience justru Buat Peluang Baru
-
Dampak Kemenangan Donald Trump bagi Indonesia: Ancaman Ekonomi dan Tantangan Diplomasi
-
Pengawasan Miras di DIY sangat Lemah, Sosiolog UGM Tawarkan Solusi Ini
-
Pakar hukum UGM Usul Bawaslu Diberi Kewenangan seperti KPK
-
Ini Perbedaan Alergi Susu dan Intoleransi Laktosa pada Anak