SuaraJogja.id - Kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk membebaskan ribuan napi untuk mencegah penyebaran Covid-19, membuat was-was sebagian masyarakat. Kekhawatiran tersebut lantaran asimilasi tersebut justru berpeluang makin meningkatnya tindak kriminalitas di tengah pandemi.
Kebijakan Kemenkumham yang memberi asimilasi kepada napi ini mendapat sorotan dari Kriminolog Universitas Gadjah Mada, Suprapto. Ia menjelaskan bahwa tujuan Kemenkumham sendiri sebetulnya berusaha untuk melakukan Social dan Physical Distancing antara napi di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
"Ada tujuan untuk melakukan social and physical distancing, karena kondisi berjubel di Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan yang dikhawatirkan akan menjadi peluang penularan dan penyebaran covid-19," kata Suprapto dihubungi melalui pesan singkat, Minggu (26/4/2020).
Ia tak menampik jika tujuan tersebut memang baik. Namun setiap kebijakan terdapat untung dan ruginya. Menurut pandangan secara hipotetik- sosiologis terdapat tiga hal yang menjadi sorotan Suprapto.
Baca Juga: Perangi COVID-19, RSA UGM dan FKKMK UGM Dapat Bantuan APD dari Kemdikbud
"Pertama jika memang pertimbangannya adalah situasi berjubel, kenapa tidak diusahakan tempat agar bisa berjarak. Kedua kekhawatiranya adalah penularan, kenapa tidak diperiksa saja satu persatu dan jika mereka sehat maka semuanya akan aman, asal napi tersebut jangan ditengok dulu, tapi jika ada yang tidak sehat, maka mereka sajalah yang harus ditangani," kata dia.
Suprapto menilai napi memang harus diperhatikan, tetapi justru para petugas lapas yang perlu diperiksa karena memiliki akses keluar masuk dari luar ke dalam lapas.
"Yang ketiga adalah petugas lapas, pihak yang perlu rutin diperiksa adalah mereka. Karena mereka yang lebih sering keluar masuk lapas," kata dia.
Ia melanjutkan asimilasi para napi tentu akan memunculkan beberapa potensi. Misal napi menjadi sumber penularan virus bahkan napi bisa kembali menjadi pelaku kejahatan kambuhan.
"Jika yang ditempuh adalah melepas atau membebaskan napi maka cost yang berpotensi muncul antara lain, mantan napi berpotensi tertulari dari luar lapas atau bahkan menjadi sumber penularan. Mantan napi justru kesulitan mencari pekerjaan dan membebani keluarga," kata dia.
Baca Juga: Prediksi Akhir Pandemi Corona Mundur, Pakar UGM Sebut Mudik Jadi Penyebab
Tak hanya itu, menurut Suprapto ada kemungkinan mantan napi yang tak bisa menyelesaikan masalah ekonomi berpotensi menjadi pelaku kejahatan kambuhan di lingkungannya. Selain itu kehadiran mereka juga dapat menimbulkan konflik dalam keluarga seperti KDRT.
Terpopuler
- Raffi Ahmad Ungkap Tragedi yang Dialami Ariel NOAH, Warganet: Masih dalam Lindungan Allah
- Seharga Raize tapi Mesin Sekelas Innova: Yuk Simak Pesona Toyota Frontlander
- Eliano Reijnders Ungkap Rencana Masa Depannya, Berniat Susul Tijjani Reijnders
- Bayern Munchen Pampang Foto Nathan Tjoe-A-On, Pindah ke Bundesliga Jerman?
- Crazy Rich Kalimantan, Begini Mewah dan Mahalnya Kado Istri Haji Isam untuk Ulang Tahun Azura
Pilihan
-
MR.DIY Mau Melantai Bursa di BEI, Ini Harga Saham dan Jadwal IPO
-
Diskusi OIKN dan BPK RI: Pembangunan IKN Harus Berlanjut dengan Tata Kelola yang Baik
-
1.266 Personel Diterjunkan, Polres Bontang Pastikan Keamanan di 277 TPS
-
Masa Tenang, Tim Gabungan Samarinda Fokus Bersihkan Alat Peraga Kampanye
-
Masa Tenang Pilkada, Bawaslu Balikpapan: Bukan Masa yang Tenang
Terkini
-
Video Asusila Mirip Anggota DPRD Gunungkidul Tersebar, Begini Respon Ketua DPRD
-
Sidak Pasar Jelang Nataru, Mendag: Harga Minyakita Akan Normal Pekan Ini
-
Imbas Kecurangan Takaran BBM di Sleman, Bupati Perketat Sertifikasi Tera SPBU
-
Mendag Sidak SPBU yang Diduga Curang di Sleman, Rugikan Konsumen Rp1,4 Miliar per Tahun
-
Sunarso Dinobatkan Sebagai The Best CEO untuk Most Expansive Sustainable Financing Activities