Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha
Senin, 15 Juni 2020 | 13:49 WIB
Jamal Abdul Nasir, Bocah Penjual ketan di SPBU Tamansari saat menunggu pembeli. [Suaraindonesia.co.id]

Ia mengaku, berjualan ketan karena keinginannya sendiri, tidak ada paksaan dari siapapun, demi ingin membantu neneknya.

Bapaknya lari 'dari tanggung jawab', sedangkan ibunya pergi merantau ke Arab Saudi.

"Bapak dan ibu saya sudah lama pisah pak, kata nenek sejak saya masih bayi. Bapak tidak pernah menjenguk saya. Sejak kecil saya sudah tinggal bersama nenek," katanya lirih.

Nasir mengatakan, semua kehidupannya ditanggung oleh neneknya. Termasuk biaya sekolahnya. Namun, dia bekerja berjualan ketan untuk meringankan beban neneknya.

Baca Juga: Viral, Pedagang Pentol di Gresik Berjualan Sambil Nge-DJ Pantang Corona

"Kasihan nenek hanya bekerja jadi pembantu ibu rumah tangga. Makanya saya membantu nenek dengan berjualan ketan yang dibuat oleh nenek saya sendiri ini," ucapnya.

Selama pandemi Covid-19 ini, yang biasanya seluruh siswa harus belajar di rumah. Namun berbeda dengan yang satu ini. Ia tetap berjualan untuk membantu ekonomi keluarganya.

Dia mulai menjajakan dagangannya itu dari pukul 10.00 hingga sore pukul 17.00 WIB. Hasil jualannya, kata Nasir bisa membiayai sekolah dan untuk bekal kehidupan sehari-hari bersama seorang nenek.

"Karena sekarang masa libur jadi saya jualannya agak pagi. Biasanya kalau aktif sekolah, sepulang sekolah pukul 13.00 WIB baru berangkat," terangnya.

Dia membeberkan dengan berjualan ketan ini bisa mengumpulkan uang RP 100 ribu setiap harinya. Dengan harga setiap satu ketan Rp 5.000.

Baca Juga: 9 Pedoman BPOM Berjualan Kue Tradisional di Masa Pandemi Covid-19

"Kalau terjual semua mencapai Rp 100 Ribu. Kalau masih belum laku semua terpaksa jualannya sampai sore. Baru kalau sudah habis semua pulang ke rumah," tutur Nasir.

Load More