Scroll untuk membaca artikel
Rendy Adrikni Sadikin
Selasa, 16 Juni 2020 | 08:00 WIB
Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (6/1). [ANTARA FOTO/Galih Pradipta]

Pasalnya, dalam pasal yang termuat dalam dakwaan subsidair, jaksa memiliki opsi menuntut maksimal tujuh tahun penjara, namun jaksa hanya menuntut hukuman satu tahun penjara.

Pukat UGM menyebutkan, tuntutan yang ringan dalam kasus penyerangan terhadap aparat penegak hukum yang menangani kasus antikorupsi, dapat membuat aparat penegak hukum lain takut jika ingin menegakkan keadilan.

Lembaga tersebut juga membandingkan kasus Novel dengan kasus Lamaji di Mojokerto. Menurutnya, dakwaan JPU dalam kasus Novel sangat ringan jika dibanding dengan kasus Lamaji yang dakwaannya menggunakan alternatif gabungan dengan tuntutan 15 tahun penjara.

Baca Juga: Ragukan Penyiram Air Keras, Novel Baswedan: Bebaskan Daripada Mengada-ada

5. Aktor intelektual tidak diungkap

Kejanggalan ke-lima yang ditulis Pukat UGM adalah JPU tidak mengungkapkan siapa aktor intelektual maupun motif dari penyerangan terhadap Novel.

Menurut Pukat UGM, motif kedua pelaku tidak kuat. Kedua pelaku mengatakan tindakannya terhadap Novel dilakukan atas dasar ketidaksukaan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Polri.

Kedua terdakwa yang tidak pernah bertemu dan tidak memiliki hubungan khusus dengan Novel juga makin mempertegas kelemahan motif keduanya.

Atas kelima hal tersebut, Pukat UGM berpendapat bahwa tuntutan JPU yang sangat ringan terhadap pelaku mencederai rasa keadilan masyarakat dan berdampak buruk pada upaya pemberantasan korupsi.

Baca Juga: Novel Baswedan Minta Pelaku Penyiraman Dibebaskan, Dedek Uki: Lho Kenapa?

Pukat UGM juga berharap kepada Majelis Hakim agar bertindak adil dalam memberikan putusan terkait perkara tersebut.

Load More