Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Selasa, 30 Juni 2020 | 15:57 WIB
Ilustrasi proses yang harus dijalani ibu hamil jelang persalinan di tengah pandemi Covid-19. [Ema Rohimah / SuaraJogja.id]

"Tetap memilih ke bidan walaupun bayar, sebenarnya kalau di puskesmas gratis karena ada BPJS. Saat melahirkan pun juga tidak ditarik biaya karena menggunakan BPJS," ucapnya.

Proses Persalinan di RS UII Wajib Jalani Protokol Kesehatan

Semenjak merebaknya wabah Covid-19, sejumlah rumah sakit di Jogja mulai memberlakukan protokol kesehatan kepada seluruh pasien yang datang tanpa terkecuali, termasuk mereka yang akan melaksanakan persalinan.

Salah satunya seperti yang dilaksanakan di RS UII, Bantul. Dalam menjalankan proses persalinan, tenaga medis di RS UII menggunakan rekomendasi Alat Pelindung Diri (APD) tingkat 2 yang disarankan oleh organisasi kesehatan dunia WHO, yakni diantaranya adalah pelindung mata, penutup kepala, gown, masker dan sarung tangan karet sekali pakai.

Baca Juga: Jumlah Penumpang Kereta Daop 6 Jogja Terus Alami Peningkatan

Untuk pasien yang akan melaksanakan persalinan, sesuai protokol kesehatan, pasien akan dilakukan rapid test terlebih dahulu untuk mengentahui kondisinya. Jika negatif maka persalinan bisa segera dilaksanakan. Tetapi jika reaktif pasien akan diarahkan untuk menuju rumah sakit rujukan terdekat.

Info grafis proses yang harus dijalani ibu hamil jelang persalinan di tengah pandemi Covid-19. [Ema Rohimah / SuaraJogja.id]

Manajer Marketing dan Public Relation RS UII, Seffudin Sudarmadi mengatakan masyarakat yang ingin menjalani rapid test mandiri dapat mendatangi poli screening yang ada di depan UGD. Poli tersebut dibangun secara terpisah, di luar rumah sakit untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pasien. Layanan tersebut dibuka selama 24 jam penuh dengan biaya Rp 270.000/ orang. Biaya lebih murah untuk yang mendaftar lebih dari lima orang dikenai biaya Rp 250.000/ orang.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, Agus Budi Raharja mengatakan, secara regulasi pelaksanaan RDT manual oleh Faskes diperkenankan. Ia menyebutkan, hal tersebut sebagai layanan laboratorium yang dilakukan oleh rumah sakit swasta.

"Itu menjadi kewenangan pelayanan rumah sakit swasta. Mereka berhak memberikan pelayanan kepada masyarakat, dalam hal ini pelayanan laboratorium," ujar Agus.

Agus mengatakan, secara regulasi hal tersebut diperkenankan. Namun, tentunya ada beberapa kriteria yang perlu dipenuhi bagi Faskes yang ingin membuka layanan RDT, diantaranya adalah akreditasi yang dimiliki rumah sakit.

Baca Juga: Banyak Orang Gowes, Dishub Jogja Pertimbangankan Penambahan Jalur Sepeda

Sementara layanan RDT dan Swab Tets yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan tidak memungut biaya sepeserpun. Agus menjelaskan, layanan tersebut masuk dalam program pencegahan dan penanggulangan Covid-19. Untuk itu, perlu dilakukan screening terhadap orang yang berpotensi menularkan maupun tertular Covid-19.

Proses screening dan layanan RDT maupun Swab sendiri dilakukan sesuai skala prioritas yang dimiliki Dinkes. Diantaranya adalah tenaga kesehatan, pelaku perjalanan, dan orang-orang yang bekerja dalam pelayanan covid-19. 

"Nanti pasti ada evaluasi dari kami kalau ada tarif yang terlalu ekstrim," imbuhnya.

Agus menjelaskan, jika terdapat tarif RDT dan Swab Test yang terlalu mahal akan menimbulkan reaksi pasar, seperti tidak laku. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan evaluasi jika terdapat biaya yang dinilai terlalu mahal. Sejauh ini, Agus mengatakan harga RDT dan Swab Test manual di Bantul masih dalam batas wajar, menghitung dari modal pengadaan alat, tenaga medis yang bertugas dan APD yang dikenakan.

Ke depannya, Agus juga berencana menggelar RDT maupun PCR untuk ibu hamil dengan usia kandungan dua minggu menjelang melahirkan. Hal tersebut untuk memastikan kondisi ibu hamil dalam keadaan sehat dan pelayanan yang dilakukan di rumah sakit sesuai dengan yang dibutuhkan.

Liputan khas ini ditulis oleh Mutiara Rizka M dan Hiskia Andika Weadcaksana

Load More