SuaraJogja.id - Krisis yang muncul akibat hantaman pandemi virus corona juga berdampak pada kehidupan masyarakat di desa adat Baduy.
Hal tersebut disampaikan oleh Sariyah, seorang tokoh perempuan dari desa adat Baduy, melalui gelaran Festival Kebudayaan Desa pada Selasa (14/7).
Dampak yang paling terasa akibat wabah virus corona, menurut Sariyah, salah satunya adalah dari sisi perekonomian masyarakat. Di mana pandemi, membuat desa adat ini sepi pengunjung.
Alhasil, penjualan dan penyaluran beragam kerajinan tangan buatan warga Baduy pun tidak bisa di distribusikan dengan baik.
Baca Juga: Kepala Desa Adat Boti Sebut Pentingnya Budaya sebagai Landasan Bernegara
"Perekenomian masyarakat kami yang separuhnya membuat kain tenun menjadi melemah karena pandemi. Di sisi lain, kami tidak bisa melemparkan produk kerajinan kami ke kota secara mandiri," ujar Sariyah.
Sariyah menggarisbawahi peran negara juga dibutuhkan dalam pengembangan masyarakat Baduy. Karenanya, ia berharap pemerintah secara resmi menjadikan Baduy sebagai desa adat.
Kendati demikian, dengan berpegang teguh pada nilai-nilai leluhur dan adat istiadat, masyarakat Baduy yakin tetap bisa bertahan di tengah kondisi saat ini.
"Kami menganut kepercayaan leluhur bahwa kami dari dulunya hidup dengan adat, maka sampai sekarang pun kami harus melestarikan adat," bebernya.
Menyiasatinya adalah dengan kembali kepada alam. Menurut Sariyah, kembali mengolah tanah dengan berpangku pada kepercayaan adat merupakan cara yang bisa dilakukan untuk membangun ketahanan masyarakat.
Baca Juga: Lurah Desa Panggungharjo Sebut New Normal Tak Melulu soal Teknis Saja
"Dengan kembali ke alam, bercocok tanam di ladang," katanya.
Warisan leluhur juga dimanfaatkan warga Baduy dalam menghalau penularan virus corona. Sariyah mengatakan, warga membentengi diri dengan melakukan ritual dan memanfaatka ramuan turun-temurun dari nenek moyang.
"Kami tetap bertahan dengan adat istiadat," tandasnya.
Sebagai informasi, Festival Kebudayaan Desa-Desa nusantara ini akan digelar tanggal 13 Juli hingga 16 Juli 2020.
Acara ini diharapkan dapat menjadi ruang untuk menggali gagasan, pemikiran dan praktik kebudayaan yang hidup dalam ruang keseharian warga desa-masyarakat adat di Indonesia.
Upaya ini dinilai penting untuk meletakkan kembali pondasi kebudayaan dalam tatanan Indonesia baru.
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- 6 Mobil Bekas untuk Keluarga di Bawah Rp50 Juta: Kabin Luas, Cocok untuk Perjalanan Jauh
- 5 Mobil Eropa Bekas yang Murah dan Tahun Muda, Mulai dari Rp60 Jutaan
- 5 Rekomendasi Mobil SUV Bekas Bermesin Gahar tapi Murah: Harga Rp60 Jutaan Beda Tipis dengan XMAX
- Pemain Keturunan Medan Rp 3,4 Miliar Mirip Elkan Baggott Tiba H-4 Timnas Indonesia vs Jepang
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Anti Hujan Terbaik 2025: Irit, Stylist, Gemas!
Pilihan
-
5 HP Murah dengan Desain Mirip iPhone Juni 2025, Bukan iPhone HDC!
-
Pemain Keturunan Rp 112,98 Miliar Potensi Comeback Gantikan Teman Duet Bek Klub Serie B Lawan Jepang
-
5 Mobil Keluarga Rp70 Jutaan Juni 2025: Kabin Longgar Mesin Bandel, Irit Bahan Bakar
-
Eksklusif dari Jepang: Mulai Memerah, Ini Kondisi Osaka Jelang Laga Timnas Indonesia
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan dengan NFC Terbaru Juni 2025
Terkini
-
Sleman Banjir Wisatawan, Mei 2025 Catat Rekor Kunjungan, Ini 3 Destinasi Favoritnya
-
Geger! Penyadapan KPK Tanpa Izin Dewas? Ini Kata Ahli Hukum Pidana
-
UGM Temukan Cacing Hati di Hewan Kurban, Tapi Ada Penurunan Drastis, Apa Penyebabnya?
-
Relokasi Jukir dan Pedagang ke Menara Kopi Terancam Gagal: Izin Keraton Jogja Belum Turun
-
Pabrik Garmen Belum Pulih Pascakebakaran, Pemkab Sleman Kejar Solusi Hindari PHK