SuaraJogja.id - Kampung Kaliki merupakan salah satu desa yang menjadi lokasi intervensi Program Desa Peduli Gambut. Terletak di Merauke, sebagian besar kawasan kampung ini di dominasi oleh lahan gambut.
Melalui Festival Kebudayaan Desa dalam tajuk Desa Adat Papua, Kepala Kampung Kaliki, Timotius Balagaize mengatakan pemanfaatan area gambut menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat adat Marind, suku yang mendiami Kaliki.
"Hampir seluruh lanskpa Kampung Kaliki yang dikelola oleh suku Marind merupakan ekosistem gambut yang sebagian besar belum terjamah," ujar Timotius, Senin (13/7).
Selama ini komunitas adat Marind menganggap tanah sebagai simbol dari ibu yang memberi makan, terdiri dari wilayah kepemilikan idenditas dan sumber pangan.
Warga Kampug Kaliki memanfaatkan lahan gambut sebagai tempat budidaya sumber pangan lokal, seperti sagu, padi, mangga, pisang, jambu mete hingga buah naga.
Sagu selain sebagai sumber pangan lokal, juga bermanfaat untuk perkembangan ekonomi masyarakat suku Marind. Sagu-sagu yang dihasilkan nantinya tak hanya dikonsumsi sendiri tapi juga dijual ke pasar.
"Komunitas adat Marind tekah berhasil melakukan panen padi lokal di Kampung Kaliki. Panen pertama dilakukan pada 2019," sambungnya.
Dalam pemanfaatan lahan gambut, kampung yang dihuni oleh empat marga dengan total 162 warga ini menerapkan sistem hak marga. Artinya, setiap marga akan memilki kawasan area gambut tersendiri yang bisa digunakan.
Melihat masa depan kehidupan suku Marind di Kampung Kaliki yang tetap mengutamakan pelestarian lingkungan, Timotius mengatakan masih banyak yang perlu dibenahi.
Baca Juga: Hadiri Andrawina Budaya, Menteri Desa Bangga Kegigihan Panggungharjo
Untuk mencegah kebakaran lahan gambut yang menjadi salah satu masalah serius di Kampung Kaliki, ia berharap ke depannya, akses air dapat diperbaiki.
"Sehubungan dengan generasi mendatang dan masa depan, saya berharap Kaliki juga diberi kemudahan dalam akses pendidikan dan perbaikan jalan," tandasnya.
Sebagai informasi, Festival Kebudayaan Desa-Desa nusantara ini akan digelar tanggal 13 Juli hingga 16 Juli 2020.
Acara ini diharapkandapat menjadi ruang untuk menggali gagasan, pemikiran dan praktik kebudayaan yang hidup dalam ruang keseharian warga desa-masyarakat adat di Indonesia.
Upaya ini dinilai penting untuk meletakkan kembali pondasi kebudayaan dalam tatanan Indonesia baru.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Revisi KUHAP: Dosen UGM Ungkap Potensi Konflik Akibat Pembatasan Akses Advokat
-
5 Rekomendasi Hotel di Penang yang Dekat dengan RS Gleneagles
-
DIY Genjot Sertifikasi Dapur MBG: Cegah Keracunan Massal, Prioritaskan Kesehatan Anak
-
UII Pasang Badan Bela Aktivis: 'Kami Tolak Perburuan Dalang Kerusuhan, Ini Pembungkaman!
-
'Kuburan Demokrasi' Dibuat di UII: Mahasiswa Geram, Tuntut Pembebasan Paul dan Aktivis Lain