SuaraJogja.id - Jumidah (51) guru kelas 1 SD N Wonolagi ini menyimpan perjuangan luar biasa untuk tetap bisa melaksanakan kewajibannya mencerdaskan kehidupan bangsa. Sudah hampir 23 tahun ini ia pulang pergi dari seputaran kantor TVRI Yogyakarta di jalan Magelang tepatnya di Jalan Mataram Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman.
Bagaimana tidak, hampir setiap hari ia harus menempuh perjalanan puluhan kilometer menembus dinginnya pagi untuk sampai ke SD N Wonolagi yang letaknya cukup terpencil di Padukuhan Wonolagi Kalurahan Ngleri Kepanewonan Playen Kabupaten Gunungkidul. Belum lagi kalau hari hujan, tentu perjuangannya bertambah berat.
Jumidah sendiri setiap hari berangkat pukul 05.00 WIB dari rumahnya. Ia harus menyiapkan segala kebutuhan anak-anak dan suaminya sejak pukul 03.00 WIB. Sebelum sholat subuh, ia harus sudah mandi dan berdandan pakaian seragam untuk berangkat ke sekolah. Selepas subuh, ia sarapan kemudian memanasi motornya.
Sekitar pukul 05.00 WIB, ia berangkat menggunakan sepeda motor. Menyusuri jalan ringroad utara ke barat melewati Ringroad barat kemudian Ringroad Selatan sebelum akhirnya sampai di terminal Giwangan. Ia kemudian menitipkan sepeda motornya di tempat penitipan yang sudah menjadi langganannya.
Baca Juga: Jadi Dokter Palsu, Pensiunan BUMN Ini Kelabui Ratusan Warga Gunungkidul
"Di terminal saya nitip motor. Ongkosnya sehari Rp 3 ribu,"ujar Jumidah ketika ditemui di sekolahnya, Jum'at (24/7/2020).
Dari terminal ia harus berganti menggunakan bus umum Jurusan Jogja-Wonosari. Lagi-lagi ongkos harus ia keluarkan Rp.10.000 untuk sekali jalan sampai di perempatan Patuk Kepanewonan Patuk Gunungkidul. Selama hampir 1 jam, ia menikmati goyangan bus Jogja-Wonosari yang armadanya rata-rata sudah berusia lanjut.
Di dalam bus itu terkadang ia gunakan untuk memejamkan mata, mengobati kantuknya yang telah terampas karena bangun jam 2.00-3.00 dinihari. Begitu sampai di perempatan Patuk, Kernet Bus yang menjadi langganannya langsung membangunkannya. Iapun langsung turun mengambil sepeda motor yang telah ia titipkan di tempat penitipan motor langganannya.
"Jadi saya ada dua motor. Satu di Giwangan dan satu di Patuk,"ungkapnya.
Untuk di tempat penitipan sepeda motor Patuk, ia membayar Rp 40.000 selama 1 bulan. Dari tempat penitipan sepeda motor di perempatan Patuk, ia meneruskan perjalanan sekitar 5 kilometer menuju ke SD tempatnya mengajar.
Baca Juga: Jelang Pilkada, PDIP Gunungkidul Mulai Retak
Beruntung sekarang sudah ada jembatan Praon yang melintas di atas sungai Oya yang menghubungkan kepanewonan Patuk dengan Playen, sehingga perjalanannya lebih singkat. Namun tahun lalu, selama hampir 2 tahun ia harus memutar perjalanan lebih jauh 7 kilometer karena jembatan Praon ambruk diterjang arus sungai ketika terjadi badai.
"Saya di sini sejak (SD Wonolagi) sejak November 2011,"ceritanya.
Dia menjadi guru sejak tahun 1998 yang lalu. Sebelum ditempatkan di SD Wonolagi, ia sudah bertugas di SD Tambakromo Kepanewonan Ponjong. Selama 12 tahun ia menempuh perjalanan ratusan kilometer untuk sampai ke SD Tambakromo. Ia juga sempat bertugas selama 1 tahun di SD N Gading Asri yang juga ada di Kepanewonan Playen.
23 tahun ia menikmati perjalanan puluhan hingga ratusan kilometer untuk tetap bisa mengajar. Berbagai pengalaman ia dapatkan mulai dari ban bocor sehingga harus menuntun sepeda motornya cukup jauh. Pengalaman paling membekas di hatinya adalah ketika pulang dalam keadaan larut dalam kondisi hujan lebat dan listrik mati.
"Terkadang saya harus nginep di sekolahan kalau situasi tidak memungkinkan untuk pulang. Karena semua sekolah tempat saya mengajar kecuali Gading Asri semuanya di pelosok. Jalannya sulit dan jauh,"tambahnya.
Meskipun jauh dan terkadang berat, ia mencoba menikmatinya. Ia mengaku sangat mencintai anak didiknya dan ingin melihat mereka berhasil suatu hari nanti. Ia bahkan rela menyisihkan gajinya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk membantu operasional sekolah karena termasuk sekolah yang kekurangan murid. Seperti di SD Wonolagi, sangat kekurangan murid sehingga semua Guru PNS di sekolah itu rela menyisihkan gajinya untuk operasional sekolah.
"Sampai di sekolah sebenarnya lelah. Kalau sudah lihat anak-anak lelah saya hilang. Sampai rumah jam 17.00 WIB. Dinikmati saja,"katanya sembari tersenyum.
Kontributor : Julianto
Berita Terkait
-
Presiden Prabowo Resmi Naikkan Gaji Guru ASN dan Non ASN per Tahun 2025, Jadi Berapa?
-
Puji Prabowo Naikkan Gaji Guru, Ketua Komisi X DPR: Ini Gebrakan yang Ditunggu-tunggu
-
Respons PGRI Terkait Janji Prabowo soal Kesejahteraan Guru, Apa Katanya?
-
Legislator DPR: Gaji Guru Naik, Kualitas Harus Meningkat
-
Presiden Prabowo Naikkan Gaji Guru, PGRI: Kesejahteraan Guru Bisa Meningkatan Mutu Pendidikan
Terpopuler
- Ragnar Oratmangoen Akui Lebih Nyaman di Belanda Ketimbang Indonesia: Saya Tidak Menonjol saat...
- Meutya Hafid Copot Prabu Revolusi, Tunjuk Molly Prabawaty Jadi Plt Dirjen Kementerian Komdigi
- Ragnar Oratmangoen ke Media Belanda: Mimpi ke Piala Dunia itu...
- Segini Kekayaan Prabu Revolusi: Dicopot Meutya Hafid dari Komdigi, Ternyata Komisaris Kilang Pertamina
- dr. Oky Pratama Dituding Berkhianat, Nikita Mirzani: Lepasin Aja...
Pilihan
-
Apa Itu Swiss Stage di M6 Mobile Legends? Begini Sistem dan Eliminasinya
-
Bagaimana Jika Bumi Tidak Memiliki Atmosfer?
-
Dirut Baru Garuda Langsung Manut Prabowo! Harga Tiket Pesawat Resmi Turun
-
Pandji Pragiwaksono Sindir Sembako 'Bantuan Wapres Gibran' Pencitraan: Malah Branding Sendirian
-
Bansos Beras Berlanjut Hingga 2025, Siapa Saja yang Dapat?
Terkini
-
Lazismu Gelar Rakernas di Yogyakarta, Fokuskan Pada Inovasi Sosial dan Pembangunan Berkelanjutan
-
Tergiur Janji Jadi ASN di Dinas Pariwisata Gunungkidul, Warga Ponjong Malah Kehilangan Uang Rp80 Juta
-
Ini Hasil Identifikasi dari BKSDA Yogyakarta Soal Buaya yang Dievakuasi dari Tegalrejo
-
Lazismu Sinergikan Asta Cita dan Pembangunan Berkelanjutan, Gerakkan Ekonomi Lewat Kampung Berkemajuan
-
Keroyok dan Bacok Orang saat Tawuran, Polisi Amankan 11 Orang Dewasa dan Anak-anak