Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Muhammad Ilham Baktora
Senin, 27 Juli 2020 | 19:07 WIB
Miniatur Keraton Yogyakarta dan Tugu Pal Putih atau Tugu Golong Gilig - (SUARA/Eleonora PEW)

SuaraJogja.id - Permintaan Keturunan Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) II untuk dikembalikannya hasil jarahan penjajah Inggris mengundang perhatian pemerhati sejarah di Yogyakarta. Masa yang dikenal dengan Geger Sepehi atau Perang Sepehi sekitar tahun 1821 tersebut merugikan Keraton Yogyakarta atas puluhan ribu ton emas yang diambil penjajah Inggris.

Pemerhati Sejarah Yogyakarta, Agung Budiawan, menjelaskan bahwa pada tahun tersebut terjadi serbuan besar oleh penjajah Inggris ke Keraton Yogyakarta.

"Saat itu penjajah Inggris kan menyerang dari berbagai arah. Jadi Benteng Keraton dijebol dari sisi lor dan wetan, di mana lokasi tersebut terdapat gudang [bubuk] mesiu," kata Agung, dihubungi SuaraJogja.id, Senin (27/7/2020).

Agung, yang lebih akrab disapa Bondo ini, menjelaskan, usai benteng jebol, pasukan Inggris yang dipimpin Thomas Stampford Raffles merangsek masuk. Mereka langsung mengambil barang berharga yang ada di dalam Keraton saat itu.

Baca Juga: Alun-alun Utara Keraton Solo Tiba-tiba Ditutup, Pedagang Risau

"Harta benda Keraton, naskah-naskah, diambil semuanya. Bahkan kancing baju milik Sultan [HB II] saat itu juga diambil karena memang ada permata yang tersemat di kancing bajunya," jelas Agung.

Dirinya tak memahami secara pasti aset milik Keraton Yogyakarta yang dijarah oleh penjajah Inggris. Ia menambahkan bahwa banyak versi yang mengatakan jumlah jarahan oleh peniajah Inggris.

"Banyak versi yang menyebutkan bahwa jarahan ini bermacam-macam karena memang sejarah tidak sepenuhnya tertata rapi kan. Namun dari peristiwa itu [Geger Sepehi], banyak harta benda yang diambil dari Keraton," jelas dia.

Kendati demikian, permintaan keturunan Raja Yogyakarta untuk mengembalikan aset tersebut adalah bentuk upaya dan sebuah spirit kebangsaan, menutur Agung.

"Saya kira Keraton sendiri sudah bergabung dengan NKRI dan mengikuti regulasi serta aturan-aturan ini. Jikapun ingin [aset] kembali, pasti ingin, karena itu bagian dari sejarah. Jadi lebih kepada spirit kebangsaan dan nasionalisme [permintaan] pengembalian [aset] itu," jelas Agung.

Baca Juga: Malam-malam Alun-alun Utara Keraton Solo Mendadak Ditutup, Pedagang Protes

Ia menganggap bahwa proses pengembalian akan memakan waktu panjang. Kendati begitu, upaya ini perlu dilakukan sebagai pengetahuan sejarah bagi masyarakat bahwa banyak aset yang dimiliki Indonesia, termasuk Keraton, yang berada di tangan negara penjajah hingga saat ini.

"Ini penting diketahui masyarakat [sejarahnya]. Jadi seperti nilai nasionalisme dan patriotisme, bukan pada nilai kepemilikan asetnya [Keraton Yogyakarta], tapi pada konteks negara, maka dari itu, saat ini tinggal bagaimana negara mengambil keputusan," terang dia.

Hingga kini, negosiasi untuk pengembalian aset tersebut selalu dilakukan negara, seperti pengembalian pusaka Diponegoro dan Keris Nogo Siluman beberapa waktu lalu.

Sebelumnya diketahui, aset berupa batangan emas sebanyak 57 ribu ton diminta Keturunan Raja Yogyakarta HB II untuk dikembalikan dari Inggris. Tak hanya emas, naskah-naskah yang juga diambil oleh Raffles diminta dikembalikan sebagai bentuk upaya menjaga sejarah DI Yogyakarta.

Load More