Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Selasa, 28 Juli 2020 | 21:10 WIB
garam super produksi petani Gunungkidul saat ini terkendala administrasi dalam pemasarannya hingga tak mampu bersaing di pasaran. [Kontributor / Julianto]

SuaraJogja.id - Kabupaten Gunungkidul memiliki garam kualitas super yang diproduksi oleh petani garam pantai selatan di Kalurahan Kanigoro, Kapanewon Saptosari. Hanya saja, pendistribusian garam asal Gunungkidul masih sangat terbatas. Kendala administratif seperti izin POM, IUMK, PIRT, label halal dan kemasan dituding menjadi penyebabnya.

Kepala Bidang Tangkap, Dinas Kelautan dan Perikanan Gunungkidul, Handoko menjelaskan, saat ini garam berkualitas tersebut baru diproduksi dalam jumlah terbatas dan hanya disediakan untuk wisatawan. Padahal harganya masih cukup murah dengan kualitas yang cukup tinggi sehingga mampu bersaing dengan garam pabrikan asal luar daerah.

"Saat ini memang belum ada penjualan resmi garam Pantai Selatan ini khususnya bagi Kelompok Dadapayam,"ujarnya, Selasa (28/7/2020) ketika dikonfirmasi ke nomor pribadinya. 

Karenanya, Dinas Kelautan dan Perikanan berinisiatif untuk patungan membantu membeli produk garam dari kelompok Dadap Ayam yang sulit laku lantaran tidak ada wisatawan yang datang. Mereka berupaya menjaga asa dari kelompok petani pembuat garam ini agar terus berproduksi.

Baca Juga: Ada Ratusan Ribu Mahasiswa, DIY Bakal Perpanjang Status Tanggap Darurat

Secara garis besar, pihaknya sendiri memang baru mendorong petani agar produksinya lancar. Di masa Pandemi Covid-19 ini, setidaknya sudah terkumpul 3 kuintal garam yang dibeli oleh Dinas Kelautan dan Perikanan untuk membantu para petani garam ini.

Ia mengklaim garam asal Gunungkidul ini memiliki kualitas super. Oleh karenanya, garam yang dimiliki pesisir selatan Kabupaten Gunungkidul perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah daerah. Saat ini para petani garam di pesisir selatan Kabupaten Gunungkidul mengalami kesulitan dalam memasarkan garam. 

Meskipun garam berkualitas super, namun harga garam per kilogramnya sangat murah, yakni Rp. 2.000,- per kilogram untuk masyarakat setempat dan Rp. 4.000,- per kilogram untuk wisatawan. Sejauh ini, pihaknya saat ini tengah memperkuat kelembagaan kelompok petani garam. Mereka nantinya akan dipandu agar membentuk koperasi.

"Jadi kaitannya dengan permodalan bisa dikelola sendiri," ucap dia.

Terpisah, Kepala Seksi Kenelayanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gunungkidul, Dewi Asthi mengungkapkan saat ini produsen garam yang sudah memiliki PIRT hanya petani garam di Pantai Sepanjang dan Pantai Nguyahan. Kendati sudah memiliki PIRT, ia mengakui pemasaran masih dalam lingkup Gunungkidul. 

Baca Juga: Kasus COVID-19 di DIY Naik Signifikan, Antrean Sampel Tes Swab Membludak

"Kalau untuk pemasaran yang lebih luas tentu saja harus banyak yang perlu diperhatikan salah satunya uji laboratorium, para petani masih belum mampu karena mahal," kata dia. 

Kepala Disperindag Kabupaten Gunungkidul Johan Eko Sudarto mengatakan potensi petani garam di Kabupaten Gunungkidul memang sangat bagus. Namun pihaknya mengakui kemampuan berproduksi tersebut tidak dibarengi dengan kemampuan pemasaran. Ia memberi contoh, dari sisi kapasitas juga perlu adanya perhatian. Seperti izin POM, iumk, PIRT, label halal, merk dan kemasan. 

"Banyak yang perlu ditingkatkan untuk menyentuh pasaran luar Gunungkidul. Saat ini yang diperlukan peningkatan kapasitas dan kualitas dari produk tersebut bagaimana cara bisa diterima oleh pasar atau konsumen," ujar Johan.

Kontributor : Julianto

Load More