Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 04 Agustus 2020 | 23:16 WIB
Penjual jamu keliling di Desa Wisata Jamu Gendong Kiringan, Desa Canden, Jetis, Bantul, Selasa (4/8/2020). [Suara.com/Hiskia]

Dijelaskan Sutrisno, di Desa Wisata Jamu yang berada di Kiringan, saat ini tercatat ada 132 orang perajin jamu. Pun sekarang muncul 40 orang sebagai generasi baru sehingga saat ini ada sekitar 90 orang yang masih aktif berjualan.

Meski penjualan jamu masih didominasi ibu-ibu penjual jamu gendong, tetapi tidak sedikit pula dari mereka yang melakukan inovasi untuk memasarkan produknya secara online.

Selain itu, mereka tidak hanya membuat jamu yang langsung dapat diminum seketika. Tetapi juga, membuat racikan bahan-bahan itu secara mentah sehingga bisa tetap awet ketika dikirim.

"Jamu gendong di sini banyak dijual ibu-ibu, tapi pesanan dari dalam kota dan luar kota seperti NTT, Jakarta, Sumatera dan lainnya tetap ada. Pesanannya juga macam-macam mulai dari jamu cair, instan, wedang uwuh dan segala macam," ungkapnya.

Baca Juga: Banting Stir dari Driver Online, Arif Sukses dengan Angkringan Empon-empon

Sutrisno mengaku sempat merasakan harga bahan baku yang melambung tinggi beberapa bulan sebelumnya karena memang permintaan yang juga meningkat. Namun sekarang kondisi itu sudah mulai berangsur normal kembali.

Inovasi Penjual Jamu

Sementara itu, seorang perajin jamu di Dukuh Kiringan, Sudiyatmi mengatakan pada saat seperti sekarang memang menjadi berkah tersendiri bagi penjual jamu di desa tersebut. Selain mendapat banyak pesanan jamu dari berbagai daerah, penjual jamu yang ada saat ini menjadi lebih banyak melakukan inovasi.

Inovasi itu mulai dari pembuatan ramuan jamu yang menjadi tidak monoton. Jika sebelumnya penjual jamu rata-rata hanya menjual jamu beras kencur, kunir asem dan ramuan umum lainnya, kini mereka menambah racikan seperti empon-empon yang berkhasiat untuk meningkatkan imun atau anti bodi.

"Empon-empon yang kurang lebih racikannya terdiri dari temulawak, kunyit, jahe, sereh dan rempah rempah lain ini menjadi suatu terobosan sebenarnya dan permintaan banyak banget," katanya.

Baca Juga: Konsumsi Empon-Empon untuk Tangkal Corona Tak Boleh Lebih dari 8 Minggu

Diceritakan Sudiyatmi, beberapa waktu lalu, ketika masyarakat sempat melakukan pengawasan ketat terhadap pendatang yang masuk ke daerah atau kampungnya. Penjual jamu sempat kesusahan dalam mencari tempat lain untuk berjualan.

Pasalnya, tidak sedikit dari ibu-ibu penjual jamu gendong itu sudah terbiasa berkeliling ke tempat-tempat tertentu atau bisa dikatakan sudah mempunyai rute tersendiri saat berjualan. Para penjual jamu pun terpaksa harus menghentikan setiap kegiatannya berjualan keliling.

"Akses jalan ditutup, banyak penjual jamu keliling yang tidak boleh masuk sekitar satu sampai dua minggu. Namun dari situ malah muncul inovasi lainnya, yakni membuat racikan jamu hingga empon-empon secara instan untuk dijual secara online," ungkapnya.

Dikatakan Sudiyatmi, menurutnya dalam setiap kesulitan yang dilewati pedagang jamu, malah terkadang menjadi sumber ide atau inovasi baru yang dapat muncul kapan saja. Hasilnya, jualan online racikan jamu pedagang yang tak bisa berkeliling karena akses jalan desa ditutup, mendapat pesanan yang cukup banyak juga.

Ditambah lagi, pesanan itu datang tidak dari daerah lokal dalam kota saja, luar kota pun juga ikut penasaran dan akhirnya membeli berbagai jamu instan tersebut. Penjualan online yang dapat dibilang cukup berhasil itu, terus dilakukan oleh ibu-ibu pedagang jamu hingga sekarang.

"Walaupun sekarang sudah kembali di buka kembali dan bisa berjualan keliling tapi jamu instan yang dijual secara online tersebut masih terus berlanjut," katanya.

Load More