Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 05 Agustus 2020 | 19:05 WIB
Pelaku perdagangan orang, SF saat digelandang polisi di Mapolres Sleman, Selasa (3/8/2020). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

"Jadi dia menawarkan diri melalui media sosial dan berpindah lokasi, misal dari Yogyakarta berpindah ke Surabaya. Begitupun sebaliknya, mereka berpindah sehingga fenomena ini di wilayah Jogja termasuk Sleman juga berkembang," terang Bowo.

Ia melanjutkan, fenomena prostitusi online yang terjadi di Sleman kebanyakan diorganisir oleh sang muncikari. Pasalnya PSK sendiri berasal dari desa yang masih awam terhadap bisnis "esek-esek" ini.

"Jika muncikari ini bisa dibilang lebih terorganisir. Karena dari PSK sendiri belum bisa memasarkan sendiri. Karena kan asalnya dari kampung, jadi mereka tidak mampu memasarkan," ungkap dia.

Bowo melanjutkan, prostitusi online memang cukup berbahaya karena bisa muncul tindakan asusila di tengah masyarakat. Dia juga menyoroti bahwa perdagangan orang dari praktik ini menyasar ke anak-anak di bawah umur.

Baca Juga: Golkar Godog 10 Nama untuk Hadapi Bakal Calon dari PDIP di Pilkada Sleman

"Yang menjadi bahaya ketika yang direkrut (PSK) ini di bawah umur. Jika mengarah ke kriminal tidak besar, hanya mengarah pada tindakan asusila," katanya.

Berdasarkan informasi dari kepolisian, SuaraJogja.id mencatat bahwa prostitusi online yang terjadi di wilayah Sleman pada kurun 2020 telah terjadi tiga kali yang terungkap. Pertama kasus yang diungkap Polsek Sleman pada 3 Maret 2020, dengan pelaku berinisial IS.

Kasus selanjutnya terjadi pada kurun bulan Juli 2020. Polsek Mlati kembali mengamankan seorang mahasiswa berinisial AP dimana korban atau PSKnya adalah ibu rumah tangga asal Boyolali.

Terakhir, praktik prostitusi online dilakukan oleh seorang wanita muda 23 tahun berinisial SF asal Kulonprogo yang merekrut anak usai 16 tahun sebagai PSK.

Baca Juga: Covid-19 di Sleman Melonjak, Asrama Haji untuk Rawat Pasien Tanpa Gejala

Load More