SuaraJogja.id - Pandemi COVID-19 berdampak cukup besar pada kehidupan masyarakat di DIY pada triwulan II 2020 ini. Kondisi ini berbanding terbalik pada triwulan yang sama 2019 lalu yang justru tumbuh hingga 6,77 persen.
"Kontraksi tersebut dipicu penurunan kinerja di sembilan kategori. Pemicu utamanya munculnya kasus COVID-19 di DIY yang mulai terdeteksi pada pertengahan Maret 2020," ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, Heru Margono dalam jumpa pers daring, Rabu (05/08/2020).
Menurut Heru, kontraksi pertumbuhan dipicu oleh sebagian besar lapangan usaha ekonomi. Ditutupnya kegiatan pariwisata selama masa pandemi di triwulan ini memberikan dampak nyata terhadap pertumbuhan, utamanya jasa lainnya seperti penyediaan akomodasi dan makan minum, dan transportasi.
Mundurnya musim hujan juga menyebabkan bergesernya panen raya padi hingga Mei 2020 lalu. Meski panen, stok yang ada tak mampu mengimbangi terpuruknya komoditas kehutanan dan perikanan.
Hasil produksi melimpah namun sulit untuk dipasarkan karena menurunnya permintaan yang sangat drastis di masa pandemi. Akibatnya Akibatnya kategori pertanian mengalami kontraksi sebesar 9,98 persen.
"Momen bulan puasa Ramadhan dan libur panjang Idul Fitri yang biasanya mampu mendongkrak pertumbuhan kategori perdagangan di triwulan II pun juga tidak terjadi di tahun ini karena pandemi," tandasnya.
Sektor perdagangan pun, lanjut Heru juga ikut merasakan imbas masa tanggap darurat. Sektor ini mengalami kontraksi sebesar 4,99 persen.
Sementara di sektor pariwisata dan perhotelan, pandemi membuat banyak hotel tutup karena tingkat hunian yang sangat rendah. Sebab Pemda sempat melakukan pembatasan kegiatan transportasi publik selama masa pandemi.
“Anjuran pemerintah agar stay at home mengakibatkan penurunan kunjungan wisata dan tempat hiburan di DIY. Beberapa obyek wisata ditutup selama bulan April-Mei 2020,” imbuhnya.
Baca Juga: Pemda DIY Jadwalkan Pematokan Jalur Tol, Warga Kalasan Tunggu Kepastian
Meskipun demikian, beberapa lapangan usaha masih mampu tumbuh cukup tinggi. Yaitu informasi dan komunikasi 20,74 persen, jasa kesehatan dan kegiatan sosial 17,91 persen, dan pertanian sebesar 10,06 persen. Dari sisi pengeluaran, semua komponen pengeluaran mengalami kontraksi.
Dengan mulai dibukanya aktivitas ekonomi di era new normal atau adaptasi kebiasaan baru ini diharapkan pemulihan perekonomian DIY dapat bertumbuh secara bertahap. Meskipun masih tumbuh negatif, tetapi dibandingkan triwulan I 2020 beberapa komponen pengeluaran menunjukkan peningkatan.
Antara lain komponen PKP yang di triwulan I-2020 kontraksi sebesar 30,66 persen menjadi tumbuh positif 6,74 persen di triwulan II-2020. Demikian pula dengan komponen PMTB yang di triwulan I-2020 kontraksi sebesar 25,86 persen.
"Di triwulan II-2020 masih terjadi kontraksi namun lebih kecil yaitu 7,35 persen," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- Skincare Reza Gladys Dinyatakan Ilegal, Fitri Salhuteru Tampilkan Surat Keterangan Notifikasi BPOM
- Roy Suryo Desak Kejari Jaksel Tangkap Silfester Matutina: Kalau Sudah Inkrah, Harus Dieksekusi!
- Bukan Jay Idzes, Pemain Keturunan Indonesia Resmi Gabung ke AC Milan Dikontrak 1 Tahun
- 3 Klub yang Dirumorkan Rekrut Thom Haye, Berlabuh Kemana?
- Selamat Datang Jay Idzes! Klub Turin Buka Pintu untuk Kapten Timnas Indonesia
Pilihan
-
Daftar 5 Sepatu Lokal untuk Lari Harian, Nyaman dan Ringan Membentur Aspal
-
Aremania Wajib Catat! Manajemen Arema FC Tetapkan Harga Tiket Laga Kandang
-
Kevin Diks Menggila di Borussia-Park, Cetak Gol Bantu Gladbach Hajar Valencia 2-0
-
Calvin Verdonk Tergusur dari Posisi Wingback saat NEC Hajar Blackburn
-
6 Smartwatch Murah untuk Gaji UMR, Pilihan Terbaik Para Perintis 2025
Terkini
-
Mulai Agustus 2025: Pelajar Gunungkidul Bisa Cek Kesehatan Gratis! Ini Targetnya
-
APBD Siap Mengalir: Sekolah Rakyat Sleman Gunakan Tanah Kas Desa, Ini Detailnya
-
Bupati Utamakan Kesehatan Warga, Sebagian APBD Perubahan Bantul Dialokasikan untuk Biaya BPJS
-
Soal Pemblokiran Rekening Pasif oleh PPATK, BRI Angkat Bicara
-
24 Ribu Jiwa di Gunungkidul Krisis Air Bersih: Data Belum Lengkap, Ancaman Membesar