Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Mutiara Rizka Maulina
Kamis, 13 Agustus 2020 | 14:50 WIB
Ilustrasi pemakaman korban meninggal karena virus corona. (Foto:Antara)

SuaraJogja.id - Akun Twitter @tawrusgirll membagikan perjalanan hidupnya yang berubah akibat wabah corona. Salah satu yang memilukan adalah, ia ditetapkan sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG), sementara dalam kurun waktu satu bulan, ia juga kehilangan kedua orang tuanya.

Kisah sedih yang ia alami bermula pada 2 Juni 2020, saat seharusnya ia dan ayahnya pergi bersama ke pusat perbelanjaan untuk membeli seseuatu. Namun, karena ayahnya mengaku pusing, ia akhirnya pergi dengan sang ibu.

Kira-kira dua hari kemudian, ibunya juga mulai mengeluh mengalami gangguan kesehatan. Ibunya mengaku kelelahan dan hanya butuh istirahat selama beberapa hari saja. Memang beberapa waktu belakangan, pekerjaan sebagai wirausaha banyak menyedot tenaga ibunya.

Sehari setelahnya, ia sendiri mengaku badannya terasa panas. Saat dicek, suhunya mencapai 38,5 derajat celsius. Hal tersebut terjadi semalaman, sedangkan paginya, suhu tubuhnya sudah kembali normal menjadi 36,4 derajat celsius.

Baca Juga: Kabar Baik, Argentina dan Meksiko Siap Produksi Vaksin Covid-19 AstraZeneca

"Oiya selama aku panas, meskipun mulut rasanya pahit aku tetep paksa buat makan. Karena aku gak mau kalau harus sakit semua," tulis gadis ini dalam utas yang diunggah pada Selasa (11/8/2020).

Lambat laun, kondisi kedua orang tuanya kian menurun. Ayahnya merasakan mual, tetapi tidak bisa muntah karena tidak ada makanan yang masuk ke perut. Sedangkan ibunya juga mulai menolak makan karena lidahnya terasa pahit.

Kondisi ayahnya yang semakin parah, hingga untuk ke kamar mandi butuh waktu lama, membuat ibunya memutuskan untuk mengubungi adiknya. Ia minta tolong agar suaminya itu diantarkan ke dokter spesialis.

Dokter menyebutkan bahwa ayahnya kemungkinan mengalami maag. Namun, dokter juga menyarankan cek laboratorium untuk mengatahui kondisi lever dan ginjalnya.

Adik-adik ayahnya kemudian menawarkan agar laki-laki setinggi 170 cm itu dirawat di kediaman mereka, sehingga si ibu bisa bertistirahat dan sang ayah mendapatkan perawatan semaksimal mungkin.

Baca Juga: Resepsi Drive Thru di Bekasi, Cara Efektif di Tengah Pandemi

Selasa (9/6/2020), gadis ini mandi dan mencoba mencium bau sabun yang ia gunakan, tetapi gagal. Ia juga mencoba mencium deodoran yang ia kenakan, tetapi masih terasa hambar, begitu juga saat ia mencoba mencecap teh manis kemasan.

Kondisi kedua orang tuanya makin menurun, ditambah dengan ibunya yang merasa bersalah karena tidak bisa merawat suaminya.

Pada 11 Juni 2020, ibunya lantas memutuskan untuk melakukan rapid test, dengan hasil non-reaktif.

Pulang dari rumah sakit, mereka memutuskan menjenguk ayahnya di rumah saudara. Sampai di sana, ia melihat kondisi ayahnya yang makin buruk. Bahkan untuk bangun di kasur saja ayahnya sudah kepayahan.

Ia pun duduk di belakang kedua orang tuanya dan menangis tersedu. Seumur hidup, itu adalah kali pertama ia melihat ayahnya dalam kondisi demikian. Saat itu juga, ayahnya kemudian mau dibawa ke rumah sakit.

"Sampai akhirnya aku pulang, sampai di rumah aku dan ibu bebersih dan lanjut salat dhuhur dan ashar. Beberapa menit setelah sholat ashar, aku dapat kabar kalau bapak meninggal," lanjut akun @tawrusgirll.

Ia hanya terdiam tanpa bisa menangis. Di dalam kepalanya ia hanya mencari cara bagaimana memberikan kabar buruk itu pada ibunya.

Sambil duduk di depan ibunya, yang tengah berbaring, ia kemudian menyampaikan kepergian belahan jiwa ibunya itu. Mendengar kabar tersebut, ibunya marah.

Setelah ditunjukkan kabar dari pesan teks, wanita itu terkejut dan menangis.

Mereka lantas pergi ke rumah sakit tempat sang ayah seharusnya dirawat. Laki-laki yang membesarkannya itu pun harus dimakamkan sesuai protokol pemakaman penyakit menular.

Meski sempat tidak rela, ia akhirnya mengizinkan ayahnya untuk dimakamkan dengan prosedur beda dari umumnya.

Selanjutnya, ia dan sang ibu diminta oleh salah satu saudara melakukan swab test, bareng dengan salah satu saudara lainnya yang juga kehilangan indra penciumannya.

Usai pemakaman ayah, ada beberapa tamu yang sempat datang ke rumah. Malamnya, sang ibu diantar ke rumah sakit karena kondisinya memburuk. Hasil thorax menunjukkan ibunya mengalami pneumonia akut.

Dari hasil swab menunjukkan ibunya negatif. Namun, ia dan saudaranya positif terinfeksi Covid-19. Tergolong sebagai OTG, ia dianjurkan untuk melakukan isolasi secara mandiri. Jika di rumah sakit, khawatir akan membuat dirinya stres.

"Setiap hari ibu selalu marah dan mengeluh, cukup menyiksa mentalku. Belum lagi di rumah aku disuruh orang sekitar untuk tetap kuat, tidak boleh menangis dan mengeluh. Hari-hari penuh tekanan harus di jalani," imbuhnya dalam utas.

Selanjutnya, pada 22 Juni 2020, ia menerima kabar bahwa ibunya harus dipasangi ventilator karena saturasinya terus menurun.

Dua hari setelahnya, selesai melakukan swab, ia sempat berkunjung ke tempat ibunya dirawat untuk menitipkan murotal Al-Qur'an. Namun, suster mengatakan bahwa dokter ingin berdiskusi mengenai kondisi ibunya.

Dokter menyampaikan, pihaknya sudah mencoba memberikan dosis obat tertinggi untuk meningkatkan tekanan darah sang ibu, tapi tak kunjung stabil. Disampaikan juga adanya kemungkinan jantung sang ibu bisa berhenti.

Setelah mendapatkan penjelasan mengenai beberapa langkah yang bisa ditempuh pihak rumah sakit, sadis ini hanya meminta dokter melakukan semua yang terbaik.

Secara fisik, ia merasa dibuat hancur oleh virus corona. Sementara, jiwanya juga terkejut dengan berbagai peristiwa ytang terjadi secara mendadak dalam hidupnya.

Malam harinya, ia kembali menerima kabar buruk; ibunya meninggal dunia. Dalam usia yang masih tergolong muda, ia harus kehilangan kedua orang tuanya dalam waktu yang berdekatan.

"Dalam sebulan, aku hadiri dua pemakaman. Yang dimana itu adalah bapak ibuku sendiri. Kakakku sedang di Korea, menjalani studinya. Aku selalu berpikir tentang bagaimana hancurnya dia saat pulang dan sudah tidak memiliki orang tua," ujarnya dalam utas.

Sehari-hari dia berjuang sendirian melawan covid yang menyiksa tubuhnya. Ia harus selalu mengonsumsi delapan obat yang diminum tiga kali dalam sehari. Ia juga rajin menjalani swab test setiap minggu. Total, ia sudah menjalani 6 tes hingga dinyatakan negatif.

Mulanya ia sempat tidak percaya bahwa Covid-19 itu ada. Namun sebagai orang yang pernah mengalaminya, ia menyampaikan, Covid-19 merupakan sebuah penyakit yang berbahaya, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk masyarakat sekitar.

"Akhirnya, aku mau bilang bahwa covid tidak hanya menyerang paru-paru saja. Di kasus yang dialami keluargaku ini, ada 3 gejala yang berbeda. Di kasus bapak, covid menyerang lambung. Di ibu, menyerang paru-paru. Dan ternyata di saudaraku A, covid membuat darahnya mengental," tulisnya.

Menutup utasnya, gadis ini meminta masyarakat untuk tetap patuh pada protokol kesehatan, tidak keluar rumah jika tidak perlu, serta mengonsumsi vitamin untuk menjaga kondisi tubuh sehari-hari karena itu juga penting.

Load More