SuaraJogja.id - Belasan pedagang, tukang parkir dan warga di kawasan Gejayan yang tergabung dalam Paguyuban Ayem Tentrem melakukan aksi unjuk rasa di depan pos polisi Gejayan, Selasa (18/08/2020).
Mengusung tagar #GejayanTidakMemanggil, mereka menolak kawasan tersebut dijadikan titik unjuk rasa mahasiswa.
Sebab aksi-aksi unjuk rasa seperti Gejayan Memanggil dinilai merugikan warga, pedagang dan tukang parkir. Lalulintas yang macet gara-gara aksi unjuk rasa juga sangat mengganggu.
“Demo boleh saja tapi jangan di sini, kami jadi tidak bisa bekerja,” ujar Yanto (35), salah seorang tukang parkir Gejayan di sela aksi.
Yanto mengaku, saat mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di Gejayan, dia mengalami kerugian sekitar Rp50.000 per hari. Padahal menjadi tukang parkir di depan toko Alat Tulis Kantor (ATK) adalah satu-satunya pekerjaannya.
Bahkan bila kondisi ramai, dia bisa menghasilkan Rp 20.000 - 30.000 per jam. Namun lain halnya bila ada unjuk rasa yang beberapa kali digelar siang sampai petang, Yanto tak bisa membawa pulang uang sepeser pun.
“Padahal ekonomi juga baru kayak gini [terdampak pandemi], kami jadi makin sepi kalau ada demo, jadi dampaknya kan ke kita-kita juga,” ungkapnya.
Sementara Ketua Paguyuban Gejayan Ayem Tentrem, Desi Setiawan mengungkapkan, warga tidak melarang segala bentuk aksi yang dilakukan oleh mahasiswa yang mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah.
Namun mereka menolak Gejayan dipakai sebagai tempat aksi yang melibatkan banyak massa.
Baca Juga: Pasien Anak Positif Covid-19 di Sleman Ada Sebanyak 10 Orang, Mayoritas OTG
“Warga Gejayan merasa terganggu dan kawatir jika aksi-aksi yang melibatkan banyak masa tersebut berujung ricuh dan mengganggu kenyamanan dan keselamatan kami,” ungkapnya.
Dari pengalaman aksi Gejayan Memanggil yang rusuh beberapa waktu lalu, warga merasa aksi-aksi unjuk rasa sudah tidak sesuai, keluar dari tujuan utamanya. Mereka khawatir aksi yang lebih brutal bisa terjadi bila kedepannya.
Padahal warga ingin Gejayan menjadi kawasan yang adem dan ayem. Warga sempat memasang spanduk penolakan aksi unjuk rasa sebelum demo mahasiswa.
Namun spanduk tersebut tiba-tiba hilang saat terjadi aksi unjuk rasa.
“Untuk itu warga berkumpul dan memutuskan untuk kembali menolak unjuk rasa mahasiswa di kawasan Gejayan ini,” imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Konser "Jogja Hanyengkuyung Sumatra": Kunto Aji hingga Shaggydog Ikut Turun Gunung
-
Danantara dan BP BUMN Siagakan 1.000 Relawan untuk Tanggap Darurat
-
Bantu Korban Sumatera, BRI Juga Berperan Aktif Dukung Proses Pemulihan Pascabencana
-
Anak Mantan Bupati Sleman Ikut Terseret Kasus Korupsi, Kejaksaan Buka Suara Soal Peran Raudi Akmal
-
Imbas Jembatan Kewek Ditutup, Polisi Siapkan Skema Dua Arah di Sekitar Gramedia-Bethesda