Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Mutiara Rizka Maulina
Selasa, 25 Agustus 2020 | 19:45 WIB
Kustini dan Sri Purnomo mengenaka kebaya dan surjan lurik serta blangkon khas Jogjakarta. - (Instagram/@kustinisripurnomo)

"Saya ingat di Desa Sidoarum Kecamatan Godean ada sekitar dua puluhan pengrajin blangkon. Mereka menekuni usahanya sejak tahun 1960-an," imbuh Kustini.

Ia teringat dengan para pengrajin blangkon di Sidoarum, Godean, Sleman yang sudah memulai usahanya sejak tahun 1960-an. Puluhan tahun berkecimpung dalam hal itu, dua puluh orang perngrajin yang ditemui Kustini sudah menjual blangkon ke mancanegara.

Mengingat hal itu, ia yakin bahwa peluang pasar untuk penjualan topi khas adat Jawa itu masih terbuka lebar. Terbukti dari banyaknya artis papan atas di Jakarta yang bangga mengenakan blangkon sebagai kelengkapan pakaian adat Jawa.

Selanjutnya Kustini menerangkan jika blangkon merupakan bagian dari fashion sejak abad ke 17. Sampai saat ini, keberadaan blangkon masih eksis di tengah gempuran beragam fashion dari berbagai belahan dunia.

Baca Juga: SKB CPNS di Kota Jogja Wajibkan Peserta dari Luar DIY Bawa Hasil RDT

Pada masa pra kemerdekaan, blangkon juga menjadi semacam seragam yang dikenakan para pejuang. Tujuannya sebagai pemersatu dan menguatkan identitas pribumi melawan para penjajah.

"Wah, blangkon memang legend. Beruntung sekarang sudah ada gedung Dekranasda Sleman yang baru dan megah," tulis Kustini.

Selanjutnya, Kustini juga memuji keberadaan Gedung Deskranada Sleman yang baru saja dibangun secara megah. Ia berharap dalam gedung itu bisa berfungsi sebagai showroom untuk memamerkan beragam hasil kerajinan di Kabupaten Sleman.

Load More