Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 26 Agustus 2020 | 13:49 WIB
Sejumlah wisatawan berkunjung ke destinasi wisata budidaya ikan di Kampung Mrican, Giwangan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Rabu (19/8/2020). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Sambil berteriak girang tiga anak kecil berlari-lari menyusuri jalan di kampung Mrican Rt 08/ Rw 22, Giwangan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta yang bersebelahan dengan selokan penuh ikan nila.

Tak seberapa jauh, mereka berhenti sambil menebar pelet yang dibeli di pintu masuk destinasi wisata Bendhung Lepen.

Di sudut lain sepasang muda mudi tampak asyik berswafoto dengan latar selokan yang dulunya kumuh tersebut.

Tak jauh dari tempat anak muda berswafoto, seorang pria berkaus kerah oranye terlihat sibuk menata gelas dan gerobak dagangannya.

Baca Juga: Ditanya Soal Tamu dari Jakarta di Jogja, Begini Jawaban Santai Zaskia Mecca

Agus Susilo (43) merupakan satu dari sekitar 27 pedagang yang membuka warung usaha angkringannya di sekitar wisata Bendhung Lepen.

Ditemani pemuda berkaus hitam yang tak lain adalah anaknya, Yan Aditya Pradana Putra (26), Agus menyiapkan sejumlah minuman dan menata makanan yang dititipkan ke gerobak jualannya.

Agus merupakan salah seorang penggagas terbentuknya kampung wisata budidaya ikan nila di Kampung Mrican tersebut.

Ayah tiga anak ini tak menyangka jika tempat kelahirannya yang sebelumnya kumuh, berhasil disulap menjadi salah satu destinasi wisata pilihan masyarakat Yogyakarta.

Sambil menata makanan, Agus bersama anaknya menjawab pertanyaan yang diajukan SuaraJogja.id saat berkunjung.

Baca Juga: Rindu Kuliner Jogja, Coba di Rumah Resep Gudeg Nangka Ini

"Dulunya kawasan ini kumuh, jadi tidak diurus warga bahkan ada orang yang sengaja membuang sampah ke tempat ini," kata Agus sambil mengaduk kopi yang disuguhkan kepada pelanggan yang datang, Rabu (19/8/2020).

Tahun 1990-an, destinasi wisata yang bersebelahan dengan Kali Gajah Wong itu hanya sebuah tebing yang ditanami pohon pisang dan rumput-rumput liar. Selokan sepanjang lebih kurang 80 meter itu sudah ada sebagai irigasi sawah masyarakat di wilayah Bantul yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta.

Agus menerangkan, tidak ada pikiran masyarakat kala itu untuk memanfaatkan lahan tak terpakai tersebut untuk kepentingan bersama. Bahkan, lokasi berubah parah ketika Yogyakarta dilanda gempa pada 2006 silam.

Penggagas Komunitas Bendhung Lepen, Agus Susilo dan anaknya Yan Aditya Pradana Putra saat ditemui wartawan di Kampung Mrican, Giwangan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Rabu (19/8/2020). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

Sejumlah tebing mengalami longsor, sebagian tanaman pisang mati. Selain itu, selokan juga tidak terurus, hingga menjadi kawasan kumuh.

Warga juga belum berencana memperbaiki, karena beranggapan lebih baik menata tempat tinggal yang terdampak gempa dahsyat. Kondisi seperti itu terbengkalai sampai 10 tahun lamanya.

Lantaran kumuh dan tak terurus lokasi tersebut kemudian menjadi tempat  masyarakat sekitar membuang limbah rumah tangganya. Sampah pun berserakan.

Load More