Salah satu kegiatan mereka saat itu adalah mendonasikan susu untuk membantu gizi anak-anak yang keluarganya terdampak Covid-19. Agustin juga melakukan donasi sembako di kampung pemulung dan kampung pinggir sungai.
Kemudian, Agustin sendiri memberikan fasilitas internet gratis untuk belajar online. Kala itu, Agustin rela mengantar-jemput anak-anak yang membutuhkan jaringan internet untuk belajar di teras rumahnya sendiri.
Tidak hanya itu, Perempuan Tattoo Indonesia adalah penggagas Festival Dolanan Anak selama dua tahun berturut-turut. Banyak panitia saat itu adalah orang-orang dengan tato. Mereka pun sering mendapat pertanyaan, kenapa PTI malah membicarakan soal anak-anak?
"Tujuan mengampanyekan tato bukan kriminal, tidak hanya pada orang dewasa. Sedangkan stigma itu, kan, diterima dari pola pikir anak kecil. Anak kecil diwariskan dari pikiran-pikiran orangtua. Kenapa aku dan teman-teman fokus ke anak-anak? Kami ingin mematahkan rantai stigma itu," jelas Agustin.
Baca Juga: Program Community Accelerator dari Facebook Dukung Komunitas Tumbuh
"Jadi kami bertato, tapi kami cenderung berbicara tidak dengan tato. Anak adalah salah satu generasi pemutus rantai stigma: bahwa tato itu buruk, tato itu kriminal, tato itu sangat dibenci orang-orang. Tapi saat masih kecil kita kenalkan, bahwa kami bertato tapi kami tidak sesuai dengan apa yang orangtua ajarkan atau terlihat di media, ini tindakan langsung," tegasnya.
Hal serupa diungkapkan oleh Flo, admin komunitas PTI. Meski dirinya tidak bertato, Flo juga tidak menyukai stigma yang sering beredar di masyarakat.
"Kalau saya mikirnya orang bertato itu nggak bisa langsung kita nilai 'kowe bertato jauhi dia' (kamu bertato, jauhi dia-red). Kalau biasanya, kan, ada ibu-ibu, bawa anak, yang pikirannya masih kolot langsung nge-judge gitu," kata Flo.
"Contohnya PTI sendiri, dia berkegiatan, dia langsung turun untuk membuat contoh nyata bahwa tato bukan kriminal yang sering masyarakat dengar. Itu sebagai jawaban untuk menghantam omongan-omongan orang yang langsung nge-judge," lanjut Flo.
Bukan sekadar perempuan dan tato
Baca Juga: Badan Penuh Tato Jadi Kepala Desa, Ini 3 Foto Hoho Alkaf Bikin Merinding
Meski nama komunitas mereka adalah Perempuan Tattoo Indonesia, Agustin tidak memberi batasan untuk anggota. Siapa pun, perempuan atau laki-laki, bertato atau tidak bertato, boleh bergabung.
Berita Terkait
-
Desa Wisata Pulesari, Tawarkan Suasana Asri dengan Banyak Kegiatan Menarik
-
Perjalanan Habbie, UMKM yang Berkembang dengan Dukungan BRI Hingga Pecahkan MURI!
-
Warung Bu Sum: Legenda Kuliner Jogja Bertahan Berkat Resep Rahasia & Dukungan BRI
-
BNI Indonesias Horse Racing Triple Crown & Pertiwi Cup 2025 Garapan SARGA.CO Siap Pentas di Yogya
-
Dari Perpustakaan Keliling ke Gerakan Literasi: Perjalanan Busa Pustaka Nyalakan Harapan Lewat Buku
Terpopuler
- Advokat Hotma Sitompul Meninggal Dunia di RSCM
- Hotma Sitompul Wafat, Pengakuan Bams eks Samsons soal Skandal Ayah Sambung dan Mantan Istri Disorot
- 10 HP Midrange Terkencang Versi AnTuTu Maret 2025: Xiaomi Nomor 1, Dimensity Unggul
- 6 Rekomendasi Parfum Indomaret Wangi Mewah Harga Murah
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
Pilihan
-
8 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Memori 256 GB Terbaik April 2025
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB Terbaik April 2025
-
Hasil BRI Liga 1: Comeback Sempurna, Persib Bandung Diambang Juara
-
RESMI! Stadion Bertuah Timnas Indonesia Ini Jadi Venue Piala AFF U-23 2025
-
Jenazah Anak Kami Tak Bisa Pulang: Jerit Keluarga Ikhwan Warga Bekasi yang Tewas di Kamboja
Terkini
-
Soroti Maraknya Kasus Kekerasan Seksual Dokter Spesialis, RSA UGM Perkuat Etika dan Pengawasan
-
Kisah Udin Si Tukang Cukur di Bawah Beringin Alun-Alun Utara: Rezeki Tak Pernah Salah Alamat
-
Dari Batu Akik hingga Go Internasional: Kisah UMKM Perempuan Ini Dibantu BRI
-
Pertegas Gerakan Merdeka Sampah, Pemkot Jogja Bakal Siapkan Satu Gerobak Tiap RW
-
Lagi-lagi Lurah di Sleman Tersandung Kasus Mafia Tanah, Sri Sultan HB X Sebut Tak Pernah Beri Izin