Namun, stigma ini mulai dipatahkan oleh para anggota Mapagama sejak beberapa tahun silam. Hal ini tak luput dari peraturan kampus yang menentukan batasan maksimal masa kuliah bagi mahasiswa yaitu 5 tahun.
"Di sini rata-rata udah lulus tepat waktu. Semenjak 3-4 tahun terakhir sudah lulus tepat waktu," kata Totok anggota Mapagama dari Jurusan Teknik Sipil Fakultas Sekolah Vokasi.
Jika lebih dari itu, siap-siap saja mahasiswa kena drop-out alias DO dari kampus.
Ancaman itulah yang membuat anggota Mapagama merombak sistem kegiatan mereka. Kuncinya adalah, bagaimana kegiatan mengeksplorasi alam mereka tetap berjalan, namun kewajiban kuliah tidak ketinggalan.
Bagi Totok, menjadi mahasiswa pecinta alam tidak cuma buat main-main saja.
"Kan jangan cuma main aja, sekolah. Sejalan dengan kuliah. Jadi ada yang ngambil (penelitian) skripsi, jadi jangan cuma main doang lah," katanya.
Lain Totok, lain pula dengan Sonya, anggota mahasiswi pecinta alam yang telah menginjak semester terakhir Fakultas Kedokteran Gigi.
Sonya memilih menyusuri goa di Sumenep agar bisa mengimbangi beban akademiknya sebagai mahasiswi kedokteran gigi yang dibanjiri dengan laporan.
"Saya kan FKG yang jauh cuma ke Madura aja. Itu pendidikan lanjut buat jadi anggota penuhnya itu susur gua di Sumenep," tukas Sonya.
Baca Juga: Begini Caranya Dapat Bantuan Kuota Internet Siswa Gratis Dari Kemendikbud
Kartini Mapagama
Selain kesan sangar, Mapala juga begitu identik dengan 'kegiatannya para mahahasiswa'. Hal inilah yang ingin dipatahkan oleh para anggota perempuan bahwa mahasiswi juga berdikari menjelajahi alam.
Melalui Kartini Mapagama, para anggota perempuan melakukan ekspedisinya sendiri agar tetap percaya diri meski organisasinya didominasi dengan laki-laki.
"Awalnya buat ngedeketin cewek-cewek, paling ke pantai, karena kalau Mapala kan identik dengan cowok-cowok. Terus yang cewek bikin acara sendiri biar enggak kecer, biar menemukan kenyamanan," ujar Intan, anggota Mapagama yang bergabung sejal 2018 lalu.
Setahun bergabung menjadi mahasiswi pecinta alam, Intan langsung ikut Ekspedisi Kartini Tanah Minang. Ia dan sebelas anggota perempuan lainnya menelusuri Sumatera Barat, mendaki Gunung Talamau.
Intan mengisahkan bahwa semua program Kartini dijalankan oleh para angota perempuan, mulai dari manajerial hingga ekspedisi dan laporan.
Tag
Berita Terkait
-
Tuduh Tagihan Tak Logis, Mahasiswa Demo PLN "Main Mata" Dengan Pengusaha
-
Begini Caranya Dapat Bantuan Kuota Internet Siswa Gratis Dari Kemendikbud
-
Cara Menerima Bantuan Kuota Internet Kementerian Pendidikan
-
Rapat Warga Gedongkiwo Digegerkan Ular 3 Meter dan 4 Berita SuaraJogja
-
Nekat Berenang di Sungai Oya, Mahasiswa UGM Tewas Tenggelam
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Ulah Polos Siswa Bikin Dapur SPPG Heboh: Pesanan Khusus Lengkap dengan Uang Rp3.000 di Ompreng!
-
Numpang Tidur Berujung Penjara: Pria Ini Gasak Hp Teman Kos di Sleman
-
Waduh! Terindikasi untuk Judol, Bansos 7.001 Warga Jogja Dihentikan Sementara
-
Dijebak Kerja ke Kamboja: Pemuda Kulon Progo Lolos dari Sindikat Penipuan hingga Kabur Lewat Danau
-
Banding Kasus TKD Maguwoharjo: Jogoboyo Edi Suharjono Lawan Vonis Berat