SuaraJogja.id - Beberapa waktu lalu peneliti UGM merilis tentang hasil pengembangan sistem pendeteksi gempa yang mampu memprediksi tiga hari sebelum gempa. BMKG pun memberikan responnya.
Lewat kicauannya di Twitter, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Daryono mengungkapkan bahwa memprediksi gempa dengan cara mengukur konsentrasi gas daron dan level air tanah ibarat tes Covid-19 dengan mengukur suhu.
Padahal seperti diketahui, sama halnya Covid-19 yang punya gejala kompleks, begitu pula dengan terjadinya gempa.
Menurutnya banyak parameter yang perlu dilakukan perihal prediksi terjadinya gempa.
Baca Juga: Update Covid-19 di DIY, Sebanyak 40 Pasien Dinyatakan Sembuh
Ia menyebut BMKG sudah melakukan semua pengukuran dengan alat-alat yang termasuk mumpuni sejak 2010 di stasiunnya di Yogyakarta. Tetapi hasil yang didapat belum konsisten.
"Sebaiknya terintegrasi dengan magnet bumi, TEC, suhu air tanah, tilt meter, strain meter pada tempat sama. Yang lengkap alatnya saja belum konsisten hasilnya, kita belum berani publis," tulisnya.
Sebelumnya tim peneliti dari UGM mengaku tengah mengembangkan sistem pendeteksi gempa yang mampu memprediksi satu sampai tiga hari sebelum terjadi gempa.
"Early warning system (EWS) gempa alogaritma yang kami kembangkan bisa tahu satu sampai tiga hari sebelum gempa. Jika gempa besar di atas 6 SR sekitar dua minggu sebelumnya alat ini sudah mulai memberikan peringatan," kata Ketua tim riset Laboratorium Sistem Sensor dan Telekontrol Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM, Prof. Ir. Sunarno melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Minggu (27/9/2020).
Sunarno menjelaskan sistem peringatan dini gempa yang dikembangkannya bersama tim bekerja berdasarkan perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah yang merupakan anomali alam sebelum terjadinya gempa bumi.
Baca Juga: Petahana Berlaga di Pilkada, Staf Ahli Gubernur DIY jadi Pjs Bupati Bantul
Menurut dia, apabila akan terjadi gempa di lempengan, akan muncul fenomena paparan gas radon alam dari tanah meningkat secara signifikan. Permukaan air tanah juga naik turun secara signifikan.
Berita Terkait
-
Datang ke UGM, Roy Suryo Ungkap Jurusan yang Diambil Jokowi Tak Ada
-
Jokowi Tak Lagi Pakai Kacamata di Masa Tua seperti di Foto Ijazah, Netizen: Kalian Percaya?
-
Jokowi Ternyata Wisuda Dulu Baru Serahkan Skripsi ke UGM, Roy Suryo: Itu kan Aneh
-
Mahfud MD: UGM Bukan yang Memalsukan Ijazah Jokowi, Tak Perlu Terlibat
-
Pengakuan Jokowi Tidak Lagi Gunakan Kacamata Seperti Foto di Ijazah UGM: Sudah Pecah
Terpopuler
- Advokat Hotma Sitompul Meninggal Dunia di RSCM
- Hotma Sitompul Wafat, Pengakuan Bams eks Samsons soal Skandal Ayah Sambung dan Mantan Istri Disorot
- 10 HP Midrange Terkencang Versi AnTuTu Maret 2025: Xiaomi Nomor 1, Dimensity Unggul
- 6 Rekomendasi Parfum Indomaret Wangi Mewah Harga Murah
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
Pilihan
-
Hasil BRI Liga 1: Comeback Sempurna, Persib Bandung Diambang Juara
-
RESMI! Stadion Bertuah Timnas Indonesia Ini Jadi Venue Piala AFF U-23 2025
-
Jenazah Anak Kami Tak Bisa Pulang: Jerit Keluarga Ikhwan Warga Bekasi yang Tewas di Kamboja
-
6 Rekomendasi HP Murah dengan NFC Terbaik April 2025, Praktis dan Multifungsi
-
LAGA SERU! Link Live Streaming Manchester United vs Lyon dan Prediksi Susunan Pemain
Terkini
-
Kisah Udin Si Tukang Cukur di Bawah Beringin Alun-Alun Utara: Rezeki Tak Pernah Salah Alamat
-
Dari Batu Akik hingga Go Internasional: Kisah UMKM Perempuan Ini Dibantu BRI
-
Pertegas Gerakan Merdeka Sampah, Pemkot Jogja Bakal Siapkan Satu Gerobak Tiap RW
-
Lagi-lagi Lurah di Sleman Tersandung Kasus Mafia Tanah, Sri Sultan HB X Sebut Tak Pernah Beri Izin
-
Rendang Hajatan Jadi Petaka di Klaten, Ahli Pangan UGM Bongkar Masalah Utama di Dapur Selamatan