Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 28 September 2020 | 09:01 WIB
Sistem informasi EWS yang dikembangkan Universitas Gadjah Mada bekerja berdasarkan konsentrasi gas radon [Dok UGM].

"Dua informasi ini dideteksi oleh alat EWS dan akan segera mengirim informasi ke handphone saya dan tim. Selama ini informasi sudah bisa didapat 2 atau 3 hari sebelum terjadi gempa di antara Aceh hingga NTT," kata dia.

Sistem yang dikembangkan terdiri dari alat EWS yang tersusun dari sejumlah komponen seperti detektor perubahan level air tanah dan gas radon, pengkondisi sinyal, kontroler, penyimpan data, sumber daya listrik. Lalu, memanfaatkan teknologi internet of thing (IoT) di dalamnya.

Pada 2018, Sunarno dan tim telah meneliti konsentrasi gas radon dan level air tanah sebelum terjadinya gempa bumi. Pengamatan yang telah dilakukan kemudian dikembangkan sehingga dirumuskan dalam suatu algoritma prediksi sistem peringatan dini gempa bumi.

Sistem ini terbukti telah mampu memprediksi terjadinya gempa bumi di Barat Bengkulu M5,2 (28/8/2020), Barat Daya Sumur-Banten M5,3 (26/8/2020), Barat Daya Bengkulu M5,1 (29/8/2020), Barat Daya Sinabang Aceh M5,0 (1/9/2020), Barat Daya Pacitan M5,1 (10/9/2020), Tenggara Naganraya-Aceh M5,4 (14/9/2020), dan lainnya.

Baca Juga: Update Covid-19 di DIY, Sebanyak 40 Pasien Dinyatakan Sembuh

Ia mengatakan sistem peringatan dini gempa ini telah digunakan untuk memprediksi gempa. Ada 5 stasiun pantau/EWS yang tersebar di DIY yang dalam setiap 5 detik mengirim data ke server melalui IoT.

"Lima stasiun EWS ini masih di sekitar DIY. Jika seandainya terpasang di antara Aceh hingga NTT kita dapat memperkirakan secara lebih baik, yakni dapat memprediksi lokasi lebih tepat atau fokus," kata dia.

Sunarno menyebutkan sistem deteksi tersebut dikembangkan sebagai mekanisme membentuk kesiapsiagaan masyarakat, aparat, dan akademisi untuk mengurangi risiko bencana. Sebab, posisi Indonesia yang berada di 3 lempeng tektonik dunia menjadikannya rentan terjadi gempa bumi.

Seperti diketahui sepanjang 2019 telah terjadi 11.473 gempa bumi dimana aktivitas gempa bumi signifikan dengan magnitudo diatas 5,0 terjadi sebanyak 344 kali. Sedangkan gempa kecil dengan kekuatan kurang dari magnitudo 5,0 terjadi sebanyak 11.229. Gempa-gempa tersebut tak hanya menyebabkan ratusan korban luka, tetapi juga merusak ribuan bangunan tempat tinggal dan fasilitas umum.

Dia mengatakan bahwa sistem peringatan dini gempa bumi ini akan terus dikembangkan hingga mampu memprediksi waktu terjadinya gempa secara tepat, lokasi koordinat episentrum gempa hingga magnitudo gempa.

Baca Juga: Petahana Berlaga di Pilkada, Staf Ahli Gubernur DIY jadi Pjs Bupati Bantul

Ia berharap pengembangan sistem peringatan dini gempa bumi ini dapat membantu aparat dan masyarakat dalam melakukan evaluasi penyelamatan penduduk lebih cepat.

Load More